Jakarta, Aktual.com — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut rencana pembangunan tanggul raksasa (giant sea wall/GSW) cacat hukum dan tidak dapat diteruskan.
Alasannya, pembangunan tanggul dengan lebar sekira lima meter itu terlebih dahulu memiliki desain paten dan tanpa melalui komunikasi dengan warga terdampak, terutama nelayan di Teluk Jakarta.
“Walhi menduga ini bagian dari skenario besar untuk mendapatkan keuntungan tanpa harus bersusah payah mengusir nelayan,” ujar Kepala Departemen Kajian dan Amdal Walhi DKI, M. Dedi, kepada Aktual.com, Kamis (19/5).
Menurut Walhi, kata Dedi, sedikitnya ada tiga catatan atas proyek Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (National Capital Integrated Coastal Development/NCICD) C itu. Pertama, menjadi sarana lempar tanggung jawab pemerintah, khususnya Pemprov DKI Jakarta, agar bisa mengelola pesisir ibukota.
“Walaupun GSW merupakan proyek dari BBWSCC (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane), tapi patut diduga ini merupakan skenario dengan rencana Pemrov DKI Jakarta memuluskan proyek rekelamasi,” jelasnya.
Kedua, sistem kerja yang memompa air waduk keluar dari GSW tidak mempertimbangkan kehidupan nelayan yang terancam. Sebab, air yang keluar dari tanggul tidak diolah dahulu dan mengakibatkan sedimentasi Teluk Jakarta tertahan reklamasi saat mengalirkan air limbah sungai menuju Laut Jawa.
“Akibatnya, semakin lama akan terbentuk daratan baru yang didapatkan Pemprov DKI secara gratis, dan tidak menutup kemungkinan akan dibangun atau dilempar ke pengembang untuk dibangun gedung-gedung apartemen,” bebernya.
Terakhir, sambung Dedi, GSW berpotensi menghilangkan Teluk Jakarta secara ‘halus’ tanpa menggunakan Satpol PP serta aparat pertahanan dan keamanan.
Disisi lain, akibat pembangunan GSW nantinya akan menyisakan sedikit kanal untuk mengalirkan sungai-sungai di Jakarta, sehingga laju aliran sungai yang membawa lumpur tertahan dan berpotensi menimbulkan bencana bajir lebih cepat dari perkiraan.
“Belum lagi apabila kanal-kanal tersebut kembali menjadi dangkal. Apabila lumpur yang dibawa air sungai mengendap dikanal, maka sudah dapat dipastikan akan menenggelamkan jakarta menjadi kolam renang terbesar di dunia,” tegas Dedi.
Padahal, katanya mengingatkan, kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir cukup riskan nantinya. Misal, warga kehilangan tempat tinggal karena habisnya uang ganti rugi, sehingga terusir dari rusun yang disewakan dan nelayan akan ‘diusir’ dari ibukota.
Terlebih, direncanakan berdiri jalan tol di atas tanggul guna memfasilitasi pengembang. Itu juga berdampak menggusur masyarakat setempat dengan dalih demi kepentingan umum.
Selain catatan tersebut, Walhi menduga, megaproyek GSW merupakan salah satu dari rangkaian program ‘pesanan’ pengembang guna ‘membumihanguskan’ nelayan dari Pantai Utara (Pantura) Jakarta.
Pemerintah diketahui telah memulai megaproyek GSW di Teluk Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. Ini ditandai dengan pengurusan izin, termasuk perizinan lingkungan yang didalamnya memuat sidang amdal, Selasa (17/5) kemarin. Sayangnya, sidang uji amdal tidak melibatkan pihak-pihak terkait, seperti masyarakat terdampak dan organisasi non-pemerintahan di bidang lingkungan.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan