Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akhirnya datang ke gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4/2016). Kedatangan Ahok ke KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras.

Jakarta, Aktual.com — Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), heran dengan banyaknya kasus sengketa lahan di ibukota yang dimenangkan oleh seseorang dengan mengantongi dokumen berupa eigendom verponding.

Padahal, menurutnya, berdasarkan UU No.5/1960 tentang Pokok-pokok Agria (UUPA), maka surat-surat tersebut telah tidak berlaku dan dikonversi menjadi hak milik selambat-lambatnya 20 tahun sejak UU itu berlaku atau 24 September 1980.

“Kalau menurut UU Pokok-pokok Agraria, (verponding) sudah gugur. Tapi, bagaimana bisa tanah-tanah verponding (bisa menang)?” ujar Ahok di Balaikota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (9/5).

Bekas bupati Belitung Timur ini pun menuding, pihak-pihak yang memegang dokumen tanah terbitan kolonial Belanda itu dalam sengketa lahan, lantaran masih ada sindikat calo tanah.

“Kita tidak bisa menuduh ada mafia tanah. Tapi, bisa rasakan di Jakarta banyak mafia tanah,” klaimnya.

Ahok mengeluhkan masalah ini, lantaran Pemprov DKI kerap kalah di pengadilan dengan pihak lain terkait sengketa lahan. Dia mencontohkan dengan kekalahan perebutan aset di bekas kantor Walikota Jakarta Barat di Puri Kembangan Raya.

“Hanya karena kesaksian seorang lurah, lalu kami kalah. Sudah kalah, kami juga wajib bayar sewa ke dia (PT Sawerigading) Rp40 miliar.

Tentang dokumen tanah berupa girik pun dipersoalkan eks politikus tiga partai ini. Sebab, Pemprov DKI juga digugat warga yang mengklaim memiliki bukti kepemilikan lahan di kawasan Waduk Pluit.

Girik, kata Ahok, bermakna tanah garapan. Dengan demikian, penggarap dianggapnya mengakui lahan yang diberdayakannya merupakan milik pemerintah.

“Kalau ngaku tanah pemerintah, boleh enggak sih kamu yang kuli menggarap tanah pemerintah? Sudah tidak ada tanaman sampe cucu cicit mau menggugat tanah itu,” ketusnya.

“Garapan itu kalau ada bangunan, ada pohon, ada hitungan mengganti. Tapi, bukan berarti menguasai,” pungkas Ahok.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan