Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon meminta Polri untuk memberikan keterangan secara jelas dalam merespon petisi tersebut, Serta mengevaluasi, jika ternyata di lapangan aparatnya kerap menyita Al Quran sebagai barang bukti.
Sebelumnya, diberitakan Polri menerima petisi dari masyarakat yang meminta Polri untuk tak lagi menjadikan Al Quran sebagai barang bukti kejahatan, terutama terorisme.
Menurut Fadli Zon, menyita Al Quran untuk kepentingan penyidikan, merupakan tindakan yang tak pantas dan tak bisa dibenarkan.
Ia mencontohkan pada putusan Mahkamah Agung (MA) dalam kasus terpidana Masykur Rahmat bin Mahmud di Aceh, pada beberapa waktu lalu yang juga menjadikan Al Qur’an sebagai barang bukti.
“Jadi, petisi masyarakat tersebut ada dasarnya. Sehingga, Polri harus merespon petisi masyarakat tersebut dengan serius. Bahkan Polri harus menjelaskan kenapa Al Quran kerap disita dan dijadikan barang bukti oleh aparatnya,” ucap Fadli dalam keterangan tertulis yang diterima Aktual, Minggu (20/5).
Fadli menambahkan, jika merujuk pada pasal 39 KUHAP, sangat dijelaskan jika kriteria barang yang dapat disita, di antaranya adalah benda yang diperoleh, digunakan secara langsung, atau benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
“Sebagai kitab suci, Al Quran tak bisa dijadikan barang bukti yang disita. Jika penyidik menyita Al Quran sebagai barang bukti, sama saja penyidik ingin mengatakan ada hubungan antara Al Quran dan tindak pidana terorisme. Itu logika yang keliru dan sangat melecehkan. Penyidik harus sensitif. Sebab jika tidak, tindakan tersebut justru bisa memicu radikalisme yang lain,” paparnya.
Sebagaimana kitab suci agama lain yang tidak memiliki sangkut paut dengan terorisme, Al Qur’an dikatakan Fadli merupakan kitab suci yang menjadi sumber kebaikan dan kedamaian.
Padahal menurut Fadli, akar dari radikalisme lebih dipicu oleh konteks sosial, yang di mana terdapat individu atau kelompok, yang memiliki keyakinan kuat bahwa mereka adalah korban dari ketidakadilan.
“Situasi ini yang memungkinkan sejumlah individu memiliki pandangan sempit terhadap teks-teks yang dibacanya. Belum lagi adanya kemungkinan tindak pidana terorisme itu bagian dari plot dan rekayasa untuk tujuan tertentu,” jelas wakil ketua Umum Partai Gerindra ini.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menyatakan akan menerima petisi ini sebagai masukan dan bahan evaluasi. Namun di lain kesempatan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian justru menyatakan itu hoaks.
“Kontroversi ini harus dijawab secara tegas dan terang oleh Polri. Saya menyayangkan statemen Polri yang berbeda-beda merespon petisi tersebut,” beber Fadli.
“Menurut saya, Polri harus memberikan keterangan yang jelas dan apa adanya. Jangan beda-beda penyikapannya. Jika ditemukan kekeliruan, tinggal diakui dan evaluasi ke depannya,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan