Jakarta, Aktual.com — Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan Kejaksaan Agung dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar, dengan tergugat mantan Presiden Soeharto dan ahli waris serta Yayasan Beasiswa Supersemar. MA memperbaiki kesalahan ketik yang terdapat dalam salinan putusan kasasi itu.
Pengabulan PK itu pun membuat putera bungsu Presiden kedua Soeharto, Hutomo Mandala Putra angkat bicara. Lewat akun twitternya, dia pun malah menyindir, penerima beasiswa lulusan terbaik siap-siap bakal patungan.
“Berarti lulusan terbaik penerima beasiswa sejak tahun 70 harus urunan nih, hitung-hitung untuk tambah biaya kampanye yang akan datang,” kicau pria yang biasa disapa Tommy itu lewat akun twitternya @Tommy_Soeharto1, Selasa (11/8).
Tommy pun berkicau, apakah penggugat dalam hal ini Kejaksan Agung siap digugat balik oleh para penerima beasiswa. Namun menurut Tommy, Yayasan Supersemar telah berhasil karena banyak siswa dan mahasiswa yang bisa melanjutkan sekolahnya dengan dana ini.
“Beasiswa Supersemar itu untuk membiayai pendidikan Putra putri tanah Air, bukan membiayai komunis, apa itu yang membuat keberatan?” ujar Tommy. (Baca juga: MA Putus Keluarga Mantan Presiden Soeharto Bayar Rp4,4 Triliun)
Perlu diketahui, MA memutuskan keluarga mantan Presiden Soeharto membayar Rp 4,4 triliun. Putusan itu dilakukan sebagai perbaikan salah ketik putusan kasasi antara Pemerintah Indonesia dengan Yayasan Supersemar pada 2010 silam.
Vonis itu diputuskan oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Nonyudisial hakim agung Suwardi, dengan anggota Mahdi Soroinda Nasution dan Soltony Mohdally. Putusan itu, diketuk pada 8 Juli 2015.
Kasus ini sebelumnya diputuskan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 27 Maret 2008, Majelis Hakim mengabulkan gugatan yang diajukan Kejaksaan Agung terhadap Yayasan Supersemar. Majelis memvonis yayasan tersebut, mengganti kerugian kepada negara senilai USD105 juta dan Rp 46 miliar.
Putusan itu akhirnya dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009 dan juga majelis kasasi MA pada 28 oktober 2010.
Namun majelis hakim yang ketika itu di ketuai Harifin Tumpa, melakukan salah ketik. ketika itu, Yayasan mesti membayar 75 persen x USD420 ribu atau sama dengan USD315 ribu dan 75 persen x Rp 185.918.904 = Rp 139.229.178.
Semestinya pada putusan itu, ditulis Rp 185 miliar, namun justru tertulis Rp 185.918.904. Alhasil putusan itu, tidak dapat dieksekusi, dan membuat jaksa melakukan peninjauan kembali pada September 2013, yang juga diikuti Yayasan Supersemar.
Jika mengikuti kurs mata uang dolar amerika saat ini, total yang harus dibayarkan senilai Rp 4,4 triliun.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu