Jakarta, Aktual.com – Lembaga Kajian dan Pengembangan Sosial Ekonomi (LKPSE) mengaku telah melaporkan ke KPK terkait dugaan potensi kerugian negara dalam proses penjualan saham dalam aksi korporasi Mitratel Telkom melalui proses Initial Public Offering (IPO) kepada investor.
Demikian disampaikan oleh Direktur LKPSE, G Richard AS, dalam keterangan tertulis yang diterima aktual.com, di Jakarta, Rabu (17/6).
Menurut dia, selama era pemerintahan Presiden Jokowi, setidaknya sudah ada empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dijual, adapun ke-empat BUMN yang dimaksud adalah. PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR), PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Keempat BUMN itu telah mendapat penambahan PNM dalam APBN-P 2015 senilai Rp68 triliun.
“Saat ini pula Menteri Rini, anak perusahaan Telkomsel yaitu Mitratel direncanakan dijual secara Initial Public Offering (IPO) kepada investor. Dengan potensi kerugian negara jika proses aksi korporasi Mitratel berlarut-larut nilai saham akan turun dari Rp2.900 per lembar saham menjadi Rp2600 per lembar saham, maka setara dengan penurunan nilai sebesar Rp33 triliun,” kata Richard.
“Kesengajaan memberitakan secara negatif aksi korporasi share swap yang menurut BPK, BPKP, dan Kejaksaan lebih menguntungkan dan penjualan asset disinyalir sengaja digulirkan oleh pihak pendukung IPO agar harga saham turun dan dijual murah ke public seperti era penjualan Indosat,” tambah dia.
Tak sampai disitu, Richard juga menduga beberapa dewan Komisaris disinyalir menjadi otak penjualan Mitratel secara IPO. Sedangkan di DPR, disinyalir, proses aksi korporasi ini menjadi kasus seperti Sutan Bhatoegana, dimana pemberian tunjangan hari raya untuk memperlancar IPO juga terjadi.
“Untuk itu kami menuntut KPK untuk dapat berperan dalam pencegahan aksi korupsi korporasi secara IPO dan melakukan kajian dan rekomendasi secara tertulis seperti analisa BPK, BPKP dan Kejaksaan Agung,” tandasnya.
Sebelumnya, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Nomor. 10/S/IX-XX.2/01/2015 menyatakan bahwa aksi korporasi IPO menyebabkan potensi kerugian Negara. Sedangkan untuk share swap, BPK menyatakan tidak menemukan adanya kerugian Negara serta pelanggaran ketentuan dalam pelaksanaan transaksi tersebut, karena bukan penjualan asset.
Sementara itu, berdasarkan Hasil Review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor : LR-5/D502/2/2015 yang menyatakan bahwa proses Share Swap telah mengalami proses kajian aturan hukum, kajian bisnis dan potensi keuntungan keuangan Telkom. Sedangkan IPO tidak memberikan nilai lebih untuk keuangan Telkom, yang ada justru Telkom akan merugi.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang