Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim penambahan utang bisa dikendalikan. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Beban utang pemerintahan Joko Widodo cepat atau lambat akan melampaui daya dukung APBN. Dengan posisi penerimaan yang relatif stagnan, maka utang akan tetap menjadi beban meski rasio utang disebut-sebut masih di bawah 30 persen.

“Utang sudah pasti akan menjadi beban APBN. Lebih-lebih dengan berakhirnya program pengampunan pajak, maka pemerintah akan makin sulit merealisasikan penerimaan negara yang lebih baik,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan kepada Aktual.com, di Jakarta, Senin (2/9).

Sementara di sisi lain, sambung politikus Gerindra ini, beban jatuh tempo pembayaran utang akan mengalami pelebaran. Pada 2018 nanti sebesar Rp390 triliun, dan ketika di tahun 2019 akan ada dikisaran Rp420 triliun.

“Sehingga, total keseluruhan pada pembayaran jatuh tempo mencapai Rp810 triliun. Bukankah itu beban? Belum lagi, adanya gap antara realisasi pendapatan dan belanja, dimana belanja rata-rata tumbuh di kisaran 5 persen, sementara realisasi pendapatan negara hanya tumbuh di kisaran 3 persen,” ujar dia.

Dengan kondisi utang seeperti itu, dan beban jatuh tempo utang yang terus naik, realisasi pendapatan dan belanja terjadi gap serta realisasi pajak yang kian melenceng di tengah angka tax rasio yang rendah, lalu mau dibayar utang tersebut.

“Inilah yang saya katakan bahwa utang adalah ‘bom waktu’ yang akan terus menjadi beban dari tahun ke tahun,” pungkasnya.

Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Wisnu