Menteri ESDM Sudirman Said memberikan keterangan tentang pencapaian setahun kinerja Kementerian ESDM di Jakarta, Minggu (8/11). Kementerian ESDM melakukan sejumlah pencapaian seperti pelelangan dua blok wilayah kerja panas bumi, memberikan keputusan atas kepastian 12 blok migas yang kontraknya berakhir termasuk blok Mahakam serta memasang 8.503 megawatt pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama/15

Jakarta, Aktual.com — Presiden Joko Widodo meminta semua menteri-menteri Kabinet Kerja untuk kompak dan tidak berbuat gaduh dalam mengambil keputusan. Menurut dia, kegaduhan dapat menimbulkan polemik yang menghambat kinerja pemerintah.

Namun dalam sepekan ini, nampaknya permintaan Jokowi tidak diindahkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said yang tengah “bernyanyi” terkait Politisi yang menjual nama Presiden dan Wapres menjamin perpanjangan kontrak Freeport. Selain itu Sudirman juga mendengungkan adanya potensi kerugian negara sebesar USD18 Miliar (setara Rp250 triliun) selama 2012-2014 dalam kegiatan bisnis Petral-PES. Padahal PT Pertamina (Persero) selaku induk dari Petral-PES justru menyebutkan tidak ada kerugian dimaksud.

Menurut Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi pernyataan MenESDM Sudirman Said tentang adanya pejabat tinggi negara yang mengatasnamakan Presiden dan Wapres minta saham kepada PT Freeport bisa dikatagorikan sebagai ‘hate speech’ (ujaran kebencian) terhadap Jokowi dan Jusuf Kalla, sesuai Surat Edaran (SE) Kapolri No SE/6/X/2015.

“Saya memang tidak setuju pasal ‘hate speech’ diterapkan kepada masyarakat (rakyat) biasa. Tapi kalau untuk pejabat negara seperti Sudirman Said, akan berdampak sangat positif. Sebab resonansi (fitnah) kebencian (kepada Jokowi dan JK) yang ditimbulkannya sangat besar,” ujarnya lewat siaran pers, Kamis (12/11).

Adhi menambahkan memang Wapres JK sudah melakukan klarifikasi kepada publik soal ini. Tapi di tengah gelombang social distrust kepada pejabat negara, pernyataan JK itu oleh masyarakat dianggap angin lalu.

Karena kata dia indikasi isu “pejabat tinggi atas nama Presiden dan Wapres minta saham Freeport” itu, sengaja ditebar Sudirman Said sebagai “ranjau” untuk melindungi dirinya dari hempasan gelombang reshuffle kabinet yang sedang dalam proses.

“Sebab kalau nanti dicopot, publik (diharapkan) akan menganggap itu karena dia (Sudirman Said) menghalang-halangi Jokowi dan JK meminta saham Freeport. Kalau benar hal itu dilakukan (Sudirman Said) hanya untuk mempertahankan jabatan, ini sungguh perbuatan keji,” tegas dia.

Dia meminta Kapolri harus lekas memerintahkan Bareskrim Mabes Polri untuk meminta keterangan dan pertanggungjawaban Sudirman Said atas ujaran kebencian (hate speech) kepada Jokowi dan JK itu.

“Jangan beraninya (menerapkan pasal itu) hanya kepada rakyat biasa, penjual tusuk sate seperti tempo hari,” pungkasnya.

Berbeda dengan Direktur Eksekutif ‎Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa bahwa pernyataan Sudirman Said adalah pertangungjawaban dirinya sebagai Menteri kepada publik.

“Saya menilai penyampaian hasil audit Petral dan Freeport bukan buat gaduh. Ini bentuk pertangungjawaban publik. Kalau gaduh itu menteri satu dengan lain berantem di publik atau menteri satu menuduh menteri lain padahal datanya nggak benar,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (12/11).

Fabby menambahkan apapun maksud dari Sudirman Said mengungkapkan fakta audit Petral kepada publik, aspek pengungkapan tersebut bernilai positif dan baik untuk publik. Efeknya kalau pengadaan minyak dan bbm diperbaiki, masyarakat juga yang untung.

“Soal reshuffle, biar Presiden yang memutuskan kinerja Sudirman Said apakah yang bersankutan berprestasi atau tidak,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan