Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VII DPR asal Fraksi Hanura, Inas Nasrullah Zubir menegaskan, kesalahan pengiriman minyak mentah (crude) yang dikirim Glencore Plc, perusahaan trader minyak mentah terhadap PT Pertamina (Persero) membuktikan bahwa mafia minyak dan gas (migas) memang masih ada.

Selama ini, klaim pemerintah bahwa mafia migas sudah hilang. Namun kasus Glencore yang salah kirim komposisi minyak mentah antara sarir dan mesla untuk dipasok ke kilang Pertamina telah membuat mata publik kembali terbuka.

“Saya melihatnya, dua jenis crude yaitu sarir dan mesla ini jenis yang tak umum diimpor. Lantas ini kerjaan siapa, siapa mafia? Pasti ada,” tandas Inas seusai diskusi soal Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir di Dalam RUU Migas Untuk Menuju Kesejahteraan Indonesia, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (26/9).

Menurutnya, pelaku mafia migas dalam kasus ini tak jauh berbeda dengan kasus permainan impor untuk zatapi crude.

“Siapa mafianya yang di Indonesia (untuk kasus zatapi crude)? Ya Ari Soemarno. Saya menduga ini juga kerjaannya Ari Sumarno lagi,” cetus dia pasti.

Seperti dieketahui, dalam pembelian minyak untuk kilang Balikpapan, Pertamina memesan 70% minyak sarir (super heavy) dan 30% minyak mesla (light). Namun, pengiriman yang datang malah sebaliknya, 30% sarir dan 70% mesla.

Akhirnya, kilang Balikpapan tidak bisa memproses minyak ringan, karena biasanya mengolah minyak super heavy. Mengutip Reuters (15/7), Glencore menang tender di Pertamina pada Juli lalu, untuk melakukan pengiriman September 2016 sebesar 3,35 juta barel. Dari jumlah itu, sekitar 1,2 juta barel atau dua kargo didatangkan dari Libia.

Menurut Inas, perilaku mafia migas saat ini tidak seperti yang terjadi dalam waktu-waktu seperti dahulu. Namun, kesalahan pengiriman kemarin itu cukup mencurigakan, sehingga membuktikan adanya praktik mafia migas lagi.

Lantas, apakah mafia migas itu juga masih terjadi di internal Pertamina? Dirinya memang belum tahu pasti, kendati potensi seperti itu tetap ada.

“Indikatornya begini, kalau keluarganya masih ada yang menjadi menteri (Menteri BUMN Rini Soemarno), ya who knows? Yang jadi menteri kan adiknya, jadi mungkin Ari yang bermain,” tandas Inas lagi.

Karena bagi dia, yang dikirim itu adalah jenis crude dengan blending yang tidak umum, yakni sarir crude dan mesla crude. Selama ini, dia sendiri tidak melihat di pasar ada penawaran seperti kasus itu.

Biasanya muncul ada sahara blend, nail blend, dan lainnya. Bahkan kalau puhak ISC Pertamina sendiri mengklaim itu sebagai variasi harus bisa membuktikannya.

“Nah ISC Pertamina harus membuktikan dulu. Baru dibeli. Karena crude yang dibeli itu sesuai tidak denga kilang yang dimiliki oleh Pertamina,” jelasnya.

Sejauh ini, kata dia, komposisi sulfur mesla itu tinggi, dan lebih tinggi dari sarir. Sementara kilang-kilang Pertamina itu kilang tua. Dengan begitu, maka tidak bisa mengolah sulfur content yang dibatas 3.000-4.000.

“Kalau harus menggunakan crude mahal tidak efisien (kilang Pertamina). Hanya bisa crude yang di bawah 2.000 (sulfur content-nya),” urai Inas.

Untuk itu, dia minta, Pertamina harus melakukan klaim kerugian terhadap Glencore. Meski memang baru kerugian waktu, belum diketahui kerugian materi.

“Selama ini, kinerja Pertamina juga tidak efisien, makanya masih terjadi seperti saat ini. Tolong dong, sistem kerja di Pertamina diperjelas dan diperbaiki,” cetus dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan