Jakarta, Aktual.com – Demi meluruskan sejarah. Jawaban itu keluar dari mulut Ketua Perhimpunan Sosial Candra Naya I Wayan Suparmin saat ditanya alasan kembali menggugat Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) ke meja hijau. Gugatan didaftarkan Candra Naya (dulu Sin Ming Hui) ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 3 Juni 2016.

Wayan, begitu dia biasa disapa, menuturkan dirinya dan pengurus Candra Naya dibuat gusar tindakan Kartini Mulyadi selaku pimpinan YKSW yang tanpa izin lakukan ‘pelepasan hak’ atas tanah seluas 3,6 hektar berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) ke Pemprov DKI di tahun 2014.

Pemprov DKI ‘konon’ sampai merogoh kocek uang dari APBD-Perubahan Tahun Anggaran 2014 hingga Rp755.689.550.000 (755 miliar lebih) untuk dapatkan tanah ini. Meski belakangan, Kartini mengaku baru terima Rp355 miliar saja dari Pemprov DKI, alias masih ‘tekor’ Rp400 miliar dari hasil jual tanah namun tertulis ‘pelepasan hak’ di akte.

Wayan tidak mau bicara menyasar jauh hingga ke urusan tekornya Kartini. Sekali lagi, niatnya menggugat sederhana saja. “Kami ingin meluruskan sejarah bahwa Candra Naya adalah pemilik dari aset tersebut,” kata pria kurus berkacamata ini.

Ditegaskan dia, Kartini Mulyadi dan YKSW seharusnya minta ijin Candra Naya sebagai pendiri dan pemilik, jika ingin menjual atau mengalihkan hak atas tanah itu. Di akta pendirian pertama RS Sumber Waras, jelas disebutkan kegiatan apapun dari YKSW harus seijin Candra Naya. “Bahkan untuk pembentukan pengurus pun mestinya harus izin ke kami (Candra Naya),” ucap Wayan.

Bukan hanya YKSW yang digugat, kata Wayan, Pemprov DKI pun jadi Turut Tergugat karena yang menerima peralihan tanah 3,6 hektar itu.

Sejarah YKSW dan Kisah ‘Durhaka’ ke Orang Tua

Candra Naya berdiri pada 26 Januari 1946 dengan nama Perkoempoelan Sin Ming Hui. Tujuannya para tetua-tetuanya saat itu mulia. Untuk ‘mengabdi pada masyarakat, mempererat persaudaraan, serta mempertinggi derajat manusia”.

Kelak pada tahun 19 April 1962, mereka merubah nama jadi Perhimpunan Sosial Tjandra Naja (ejaan lama). Dan pada 12 Agustus 1975, sesuai ejaan yang disempurnakan (EYD) menjadi Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) hingga sekarang.

Di tahun yang sama dengan berubahnya nama jadi Tjandra Naja, tepatnya di 20 September 1962, para pengurusnya sepakat mendirikan Jajasan Kesehatan Tjandra Naja (JKTN). Kelak pada 6 Desember 1966, mereka merubah nama jadi Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW).

Dengan kata lain, Candra Naya ibarat Orang Tua atau Induk dari yayasan yang kelak bernama Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW). Alhasil, tindakan YKSW lakukan pelepasan hak tanah 3,6 hektar ke Pemprov DKI dianggap Candra Naya sebagai tidak menghargai sejarah panjang perkumpulan sebagai orang tua kandung mereka.

Pemprov DKI di Antara Sengketa

Saat hubungan antara ‘orang tua’ dan ‘anak kandung’ tengah merenggang, Pemprov DKI malah hadir membeli barang yang tengah diributkan. Atau memakai istilah tokoh Tionghoa, Lius Sungkharisma, Pemprov DKI diibaratkan sebagai ‘penadah’ barang hasil kejahatan.

Pernyataan keras itu disampaikan Lius terkait sikap Ahok yang dengan mudah menerima tawaran pimpinan pengurus Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) Jan Darmadi dan Kartini Muljadi untuk membeli lahan Sumber Waras.

Pasalnya, beber Lius, lahan Sumber Waras dibeli memakai uang hasil urunan anggota Perkumpulan Sing Ming Hui. Menarik, ujar dia, lahan yang dibeli dari uang patungan para pendiri dan anggota Perkumpulan Sing Ming Hui dulu, kemudian malah dijual secara perorangan oleh Kartini.

“Menurut saya ini penggelapan. Inilah mengapa saya beranggapan kalau Gubernur Ahok jadi kaya tukang tadah membeli barang hasil kejahatan saja,” ucap dia.

Lius bahkan yakin, arwah para tetua anggota Sing Ming Hui yang sudah mengumpulkan uang untuk membeli lahan akan marah dengan kejadian ini. “Karena lahan itu kan aset Sing Ming Hui. Dan Ahok dengan membeli lahan itu dari Kartini Muljadi seperti memutus sejarah dan peran Sing Ming Hui,” ujar dia.

Harusnya, ujar Lius, Ahok paham tentang sejarah Sing Ming Hui dan tidak membeli lahan Sumber Waras yang ditawarkan oleh Kartini dalam surat yang ikut ditandatangani Jan Darmadi. “Kenapa Ahok ngga meluruskan sejarah aset Sing Ming Hui dan menjaga asetnya,” kata dia. baca: Belum Finalnya Audit BPK dan Menanti Kejut KPK di Sumber Waras

Artikel ini ditulis oleh: