Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan (tengah) melambaikan tangan saat tiba di Gedung Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Kamis (10/12). Novel Baswedan memenuhi panggilan Bareskrim untuk pelimpahan berkas tahap dua dari Bareskrim ke Kejaksaan Tinggi Bengkulu terkait dugaan penganiayaan saat menjabat Kepala Satuan Reserse Polres Kota Bengkulu pada tahun 2004. ANTARA FOTO/Reno Esnir/nz/15.

Jakarta, Aktual.com — Alasan Kejaksaan Agung (Kejagung) menghentikan penuntutan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan adalah kasus dinyatakan kadaluarsa sebagaimana tertuang dalam Pasal 78 ayat 3 KUHP.

Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Noor Rochmat mengatakan kasus Novel dinyatakan kadaluarsa sejak 19 Februari 2016, satu hari setelah penganiayaan dan penembakan itu berlangsung yakni 18 Februari 2004.

“Kadaluarsa dihitung satu hari setelah perbuatan dilakukan, dari fakta di berkas bahwa perkara ini dilakukan 18 Februari 2004 maka satu hari sejak perkara dilakukan 19 Februari 2016 sudah kadaluarsa,” kata dia dalam keterangan pers di Kejagung, Jakarta, Senin (22/2).

Selain kadaluarsa, Noor Rochmat juga menyatakan setelah mengadakan diskusi panjang dengan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu dan Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bengkulu disimpulkan kasus ini tidak memiliki cukup bukti untuk disidangkan.

“Setelah melalui diskusi yang panjang di jajaran Kejati Bengkulu dan Kejagung perkara Novel Baswedan dihentikan penuntutannya dengan alasan tidak cukup bukti,” tegas dia.

Dengan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) yang dikeluarkan Kejari Bengkulu maka perkara yang menyeret penyidik andalan KPK itu resmi dinyatakan dihentikan.

“Produknya dibuat Kejati Bengkulu Nomor B03N.7.10/rp.102 2016,” ujar Noor Rochmat.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby