Jakarta, Aktual.com — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memaparkan pembangunan proyek kereta cepat belum sepenuhnya bisa dilanjutkan karena belum mengantongi izin pembangunan.
“Pasalnya, untuk mendapatkan izin pembangunan, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) harus memiliki izin usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum. Izin pembangunan tidak bisa keluar kalau izin usaha tidak keluar,” ujar Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko dalam diskusi di Jakarta, Senin (26/1).
Hermanto menjelaskan berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perizinan Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, terdapat 11 dokumen yang harus dipenuhi PT KCIC, meliputi surat permohonan, rancang bangun, gambar teknis, data lapangan, jadwal pelaksanaan, spesifikasi teknis, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), metode pelaksanaan, izin lain sesuai dengan ketentuan perundangan, ada izin pembangunan, dan 10 persen lahan sudah dibebaskan.
Sementara itu, lanjut dia, untuk mengantongi izin usaha penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum, KCIC harus memiliki surat permohonan izin usaha, akta pendirian BHI, NPWP, surat keterangan domisili perusahaan, rencana trase jalur KA, surat penetapan penyelenggaraan prasarana, perjanjian penyelenggara prasaran dan perencanaan SDM perkeretapian, serta modal disetor Rp1 triliun.
Hermanto mengatakan bahwa pembangunan juga tidak bisa dilanjutkan meskipun 5 kilometer dari 95 kilometer yang beberapa lalu dijadikan untuk peletakan batu pertama (groundbreaking).
Ia mengatakan hal itu dikarenakan terdapat sejumlah dokumen yang belum dievaluasi karena masih berbahasa Tiongkok dan bahasa Inggris.
“Saya kembalikan (dokumennya), yang 5 kilometer juga belum bisa keluar (izinnya),” katanya.
Terkait dengan konsesi yang diatur dalam butir perjanjian penyelenggara sarana yang merupakan syarat diterbitkannya izin usaha penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum, Hermanto berharap pada hari Kamis pekan ini selesai.
“Mudah-mudahan Kamis ini bisa ditandatangani, tetapi harus ‘clear’,” katanya.
Hermanto menjelaskan jangka waktu konsesi tersebut 50 tahun. Setelah beroperasi, harus dikembalikan kepada pemerintah.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa penyerahan aset tersebut harus memenuhi persyarata, di antaranya tidak boleh ada utang, tidak boleh ada aset yang diagunkan, dan kereta cepat tersebut harus dalam kondisi yang layak beroperasi.
“KCIC bilang 40 tahun sudah ‘break even point’ (balik modal). Kalau gagal, pemerintah tidak bertanggung jawab,” katanya.
Hak Jawab:
Kepada
Yth. Pimpinan/Redaksi aktual.com
Di tempat
Assalamualaikum wr wb.
Perkenalkan nama saya : J. A. Barata
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan.
Saya a.n. Kementerian Perhubungan sangat keberatan atas berita yang dimuat dalam media aktual.com dengan judul : ‘Kemenhub : Pembangunan Kereta Cepat Jakarta – Bandung Ilegal’, dengan URL sbb :
http://www.aktual.com/
Judul pada berita tersebut merupakan fitnah dan tidak sesuai dengan isi beritanya. Kementerian Perhubungan tidak pernah menyatakan bahwa pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ilegal.
Saya telah menelusuri bahwa berita yang dibuat aktual.com mengutip dari sumber Antara sbb :
http://m.antaranews.com/
Apabila dibandingkan antara berita yang dimuat aktual.com dan berita di m.antara.news.com, secara jelas yang membuat distorsi atau erosi fakta dengan kata ‘ilegal’ adalah pihak aktual.com Penggunaan kata ‘ilegal’ pada judul berita tersebut menjadi fitnah kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Untuk itu kami minta agar pihak aktual.com :
1. Mencabut dengan segera berita tersebut atau mengubah judul berita tersebut dengan menghilangkan hal-hal yang fitnah;
2. Dengan segera pula membuat pernyataan maaf kepada Kementerian Perhubungan kesalahan tersebut yang dimuat pada aktual.com.
3. Mengirimkan URL perub
ahan berita tersebut dan URL permintaan maaf tersebut kepada kami melalui What’s AP nomor ini.
Demikian kami sampaikan, untuk menjadi perhatian dan perbaikan sebagaimana mestinya.
Pesan WA ini kami tembuskan kepada :
1. Menteri Perhubungan;
2. Kepala Biro Hukum Kementerian Perhubungan;
3. Dewan pers.
Catatan Redaksi:
Sesuai dengan pedoman media cyber dan mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Kami meminta maaf jika pemberitaan kami yang subtansi keberatannya ada pada penjudulan dinilai mendistorsi fakta.
Kami sudah melakukan hak koreksi sesuai yang menjadi keberatan pihak Kementerian Perhubungan.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka