Jakarta, Aktual.com – Kebijakan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) semakin kentara terkait erat dengan kepentingan pengembang properti. Terutama, kebijakan yang terkait urusan lahan: penggusuran.
Pengamat ekonomi politik dari Kalimasada Nusantara Institut Edi Junaedi menilai Ahok menjadi semacam kepanjangan tangan pengembang bisnis properti. Yang dimaksud Edi dengan pengembang properti, tidak lain mereka-mereka yang terlibat di proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Pengembang di proyek reklamasi, ujar Edi, menggunakan Ahok untuk membebaskan tanah-tanah yang diklaim milik Pemprov DKI untuk dikuasai kembali. Setelah berhasil
dikuasai kembali, Ahok kemudian melakukan negosiasi dengan pengembang bagi peruntukkan lahan terkait proyek pengembang. “Jadi Ahok semacam spekulan yang
menyediakan tanah bagi pengembang,” ujar dia saat dihubungi Aktual.com, beberapa waktu lalu. Baca: Dipimpin Ahok, Kesenjangan Kaya Miskin di Jakarta Semakin Lebar
Namun dia menilai kebijakan Ahok yang seperti itu, tidak bisa dipisahkan dengan kebijakan Presiden Jokowi memperbolehkan asing kuasai properti dan perbankan 100 persen di Indonesia. Istilah Edi, antara kebijakan ‘anti rakyat’ Ahok saling mengkait dengan kebijakan Jokowi bagaikan sebuah konspirasi. “Antara pemerintah pusat (Jokowi), pemerintah daerah (Pemprov DKI) dan swasta dalam hal ini pengembang properti,” ujar Edi.
Dicegah jaman SBY, lolos di jaman Jokowi
Diingatkan dia, keinginan pengembang properti global untuk masuk Indonesia sudah muncul sejak lama. Di tahun 2012, para developer global, khususnya di ASEAN, berkumpul untuk bicarakan soal harga tanah dan properti. Ternyata harga tanah di Indonesia paling murah. Dari situlah pengembang berhasrat besar masuk Indonesia.
Di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sudah berusaha buat kebijakan yang perbolehkan asing kuasai properti 100 persen. Draft
peraturan presiden untuk properti bahkan sudah berhasil dibuat. Tapi belum berhasil disahkan.
Diakui Edi, saat itu dirinya yang mewakili Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (APRSSI) menolak keras rencana SBY. Sebab jika aturan itu diketok, niscaya harga properti di Indonesia bakal naik. “Untuk Jakarta, dampaknya rakyat kelas menengah bakal tidak mampu lagi membeli rumah dan harus pindah ke pinggiran atau luar Jakarta,” ujar dia.
Ternyata, justru di era jokowi yang mengusung nawacita lah draft itu lolos disahkan dan diterbitkan jadi keppres. Tujuannya: perampokan properti.
Menurut dia, kebijakan Jokowi membuka pintu selebar-lebarnya bagi asing untuk masuk demi alasan investasi bukan hal yang biasa. “Justru kebijakan Jokowi sangat liberal. Ingat ada 34 sektor yang kepemilikan asing boleh 100 persen. Di negara manapun tidak pernah ada kepemilikan bank dan property boleh 100 persen. Itu yang bikin begitu kalau ngga gila banget atau bodoh banget,” ujar dia.
Sambung dia, dengan sudah berlakunya kebijakan itu, maka warga miskin di Indonesia jangan pernah lagi berharap bisa punya rumah. “Karena mau diborong asing. Ahok bagian dari konspirasi itu,” ujar dia. Baca: Prof Mudzakkir: Pemprov DKI Jelas Tunduk Pada Korporasi
Artikel ini ditulis oleh: