Jakarta, Aktual.com – Kebijakan Menteri Keuangan, Sri Mulyani untuk merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang penerimaan negara bukan pajak (PNBP), diperkirakan memberi dampak buruk bukan hanya kepada sektor ekonomi dan tekanan daya beli masyarakat, tapi juga berdampak buruk kepada spek sosial dan moral.
Pasalnya pada rancangan UU ini pemerintah melakukan pungutan sektor pendidikan dan keagamaan yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar bagi warga negara.
Dalam Bap penjelasan pasal 4 ayat 3 rancangan revisi UU tersebut diuraikan bahwa yang dimaksud administrasi dan kewarganegaraan meliputi pungutan pelayanan pencatatan nikah, cerai, dan rujuk.
Kemudian pada aspek pendidikan juga dipungut pendaftaran ujian penyaringan masuk perguruan tinggi, pelatihan dan pengembangan teknologi, pelatihan ketenagakerjaan, serta pelatihan kepemimpinan.
“Kitakan sudah bayar pajak, harusnya tidak dikenakan beban lagi karena sudah kewajiban pemerintah memberi layanan. Lalu kemana uang pajak yang kita bayar kalau layanan publik masih dikenakan pungutan? Jadi pajak kita itu lari ke pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah yang begitu besar,” kata Ekonom Indonesia, Rizal Ramli di Jakarta, Rabu (1/11).
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid