KPK curiga dengan "perjanjian preman" ahok

Jakarta, Aktual.com – Kesimpulan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyatakan tidak terjadi perbuatan melawan hukum oleh Pemprov DKI dalam pembelian lahan Yayasan Kesehatan Sumber Waras senilai Rp 800 miliar memancing keheranan Prof Mudzakkir, Guru Besar Hukum Pidana UII Yogyakarta.

“Dalam rencana anggaran (APBD-P DKI 2014) kan jelas dinyatakan bahwa tidak ada pos anggaran yang dipakai untuk pembelian lahan Sumber Waras. Jadi, kalau dilakukan pembelian itu apa namanya bukan pelanggaran hukum?” kata Mudzakkir, kepada Aktual.com, di Yogyakarta, Rabu (15/6).

Dia lantas mempertanyakan seberapa dalam hasil penyidikan yang dilakukan KPK, karena jangan-jangan, lembaga anti rasuah ini belum sama sekali melakukan penyidikan secara mendalam tapi sudah buru-buru menyimpulkan. Angka 9 miliar Rupiah yang diungkap Agus Raharjo pun menurutnya telah menjadi bukti bahwa memang ada perbuatan melawan hukum.

Mudzakkir menilai, yang jadi masalah pokok adalah terjadinya anomali azas sistem keuangan daerah yang diterapkan KPK. Pejabat daerah lain yang menggunakan anggaran daerah yang itu tidak pernah ditetapkan sebelumnya dalam APBD dianggap melakukan korupsi. Sedangkan, yang terjadi di DKI Jakarta justru berlaku sebaliknya.

“Apa memang seluruh pejabat di Indonesia tidak boleh pakai APBDnya selain yang sudah ditetapkan, kecuali Ahok?” sindir Mudzakkir.

Hal ini menjadi preseden buruk untuk kasus serupa yang dialami pejabat-pejabat di seluruh Indonesia. Sebab, sambungnya, apabila mekanisme seperti ini dibiarkan, maka pejabat yang dipidana di daerah lain harus dibebaskan, ditinjau ulang putusannya, supaya memenuhi prinsip persamaan dan keadilan hukum.

“Ahok aja boleh masak yang lain nggak? Makanya saya bingung juga sama KPK ini, kasus Sumber Waras sudah kayak begitu dibenarkan, sementara pejabat di daerah lain dikorupsikan. Ini masalah serius,” tegas Mudzakkir.

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Nebby