Jakarta, Aktual.com – Masyarakat Iran akan melakukan pemilihan presiden pada Jumat (19/5) waktu setempat, dalam sebuah kontes yang akan menentukan apakah keterlibatan Teheran terhadap dunia akan lebih hidup, walau apapun hasilnya tidak akan ada perubahan terhadap sistem pemerintahan konservatif yang revolusioner.
Menginginkan masa jabatan keduanya, Presiden Hassan Rouhani (68), seperti dikutip dari Reuters, Kamis (18/5), tetap menjadi pilihan favorit, walaupun saingan garis kerasnya telah melakukan perlawanan kepadanya atas kegagalan dalam meningkatkan ekonomi yang dilemahkan oleh pemberian sanksi selama puluhan tahun.
Banyak warga Iran merasakan bahwa kesepakatan pada 2015 yang ia perjuangkan dengan kekuatan besar untuk mencabut sanksi atas pembatasan program nuklir Iran, telah gagal menghasilkan lapangan kerja, pertumbuhan dan investasi asing yang ia janjikan akan terwujud.
Ia kini mencoba untuk mempertahankan jabatannya dengan menyasar pemilih reformis yang menginginkan lebih sedikit konfrontasi di luar negeri dan lebih banyak kebebasan sosial dan ekonomi di dalam negeri.
Dalam beberapa hari terakhir, ia telah mengadopsi retorika yang kuat, melampaui batas-batas yang diizinkan di Iran, dengan menuduh lawan konservatifnya menyalahgunakan hak asasi manusia, menyalahgunakan wewenang keagamaan untuk mendapatkan kekuasaan dan mewakili kepentingan ekonomi pasukan keamanan.
Penantang terkuat Rouhani adalah ulama garis keras Ebrahim Raisi (56), yang mengatakan bahwa Iran tidak memerlukan bantuan asing serta menjanjikan kebangkitan kembali nilai-nilai Revolusi Islam 1979.
Dia didukung oleh Garda Revolusi elit Iran, pasukan keamanan utama negara tersebut, petempur sukarela Basij, ulama garis keras dan dua kelompok ulama berpengaruh.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: