Kiri-kanan ; Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Insiator GN Center Andrianto, Anggota Komisi I DPR Bobby A Rizaldy, Direktur Global Future Institue Hendrajit saat menjadi pembicara diskusi terkait cekal Panglima TNI, di Jakarta, Jumat (27/10/2017). Diskusi yang diselenggarakan oleh Garuda Nusantara (GN) Center dengan tema "Insiden Cekal Panglima TNI, Apa maumu Amerika' ? AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Pemerintahan Joko Widodo dinilai jauh dari aspek keadilan. Hal ini sangat nampak pada saat dibubarkannya deklarasi #2019GantiPresiden di sejumlah tempat.

Yang paling baru adalah pembubaran deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru dan Surabaya pada Minggu (26/8) lalu.

Presidium Persatuan Pergerakan Andrianto beranggapan, deklarasi #2019GantiPresiden tak berbeda dengan kumpulan masyarakat yang mendeklarasi dukungan mereka agar Jokowi lanjut dalam dua periode.

Jokowi sendiri sempat hadir dalam sejumlah deklarasi dukungan kepada dirinya di sejumlah kota, seperti Kemayoran (Jakarta), Sentul (Bogor) dan beberapa kota lainnya.

Kalau deklarasi dukungan untuk Jokowi tak dibubarkan aparat, kata Andrianto, kenapa aparat justru membubarkan deklarasi #2019GantiPresiden?

“Suasana batin publik hari ini ada phobia seakan gerakan ganti presiden adalah musuh yang harus diberangus. Ini membuktikan sudah mulai muncul bibit orba,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (28/8) pagi.

Dalam deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru, bahkan Badan Intelejen Negara (BIN) sampai memaksa pulang aktivis Neno Warisman.

Andrianto menilai, pemaksaan kepada Neno Warisman sangat mengesankan nihilnya netralitas aparat negara lantaran sangat memihak pada kemauan salah satu pihak tertentu.

“Harusnya aparat negara, khususnya polisi melindungi dan memberikan kesempatan kepada Neno untuk tetap bisa berekspresi dan menyatakan pendapatnya. Sejauh tidak anarkis, maka tidak perlu harus ada kekhawatiran berlebihan,” tukasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan