Jakarta, Aktual.com — Kebutuhan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) meningkat menjelang ramadhan dan lebaran. PT Pertamina (persero) mengaku membutuhkan biaya importasi BBM hingga USD500 Juta per hari atau sekitar Rp6,5 triliun/hari.
“Kapasitas kilang minyak kita maksimum 850.000 barel per hari. Namun kenaikan permintaan akan BBM tadi perlu diantisipasi dengan impor,” ujar Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto ditulis Aktual Kamis (18/6).
Untuk mencukupi kebutuhan BBM di bulan ramadhan dan lebaran yang meningkat hingga dua juta barel per bulan, Pertamina membutuhkan dolar AS sekitar USD400-500 juta per hari.
“Sehari rata-rata Pertamina membutuhkan USD400-500 juta untuk importasi BBM,” tambahnya.
Padahal, kebutuhan dolar untuk impor BBM era Karen Agustiawan ketika menjabat sebagai dirut pertamina tidak mencapai setengahnya, bahkan dengan konsumsi sekitar 48 juta Kiloliter, Pertamina membutuhkan sekitar USD150 juta per hari.
Apabila kebutuhan dolar Pertamina terus meningkat seperti ini, dikhawatirkan kurs rupiah terhadap dolar sulit turun. Diperlukan kebijakan revolusioner dari pemerintah, khususnya di bidang energi. Sepertinya, pengalihan perdagangan Petral-PES ke ISC membuat Pertamina membutuhkan mata uang dolar yang banyak.
Mantan Komisaris Pertamina Sugiharto mengatakan bahwa salah satu resiko terbesar bangsa Indonesia adalah kenaikan harga minyak dunia. Dengan dibubarkannya Petral-PES akan kehilangan potensi jaringan USD5,1 miliar atau Rp65 triliun. Impor minyak mentah selama ini berbentuk dolar, sedangkan Pertamina menjualnya dalam satuan rupiah, Pertamina meminta cadangan devisa nasional melalui Bank Indonesia (BI).
“Pertamina selalu meminta cadangan devisa ke BI untuk melakukan impor hingga USD200 juta per hari. Dalam berbagai kesempatan, Pertamina sering kesulitan mendapatkan devisa,” jelasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka