Jakarta, Aktual.com – Badan Pusat Statistik (BPS) DKI mengumumkan koefisien gini di DKI Jakarta di tahun 2015 adalah 0,46, naik dari Koefisien Gini tahun 2014 di 0,43. Tapi tidak semua percaya hitungan BPS DKI. Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle/(SMC), DR. Syahganda Nainggolan salah satunya.
“Saya ngga percaya hitungan BPS. Menurut saya koefisien gini di DKI Jakarta justru bisa lebih tinggi lagi mencapai kisaran 0,6 hingga 0,7,” ujar peraih gelar Doktor dari FISIP Universitas Indonesia ini kepada Aktual.com, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Bukan tanpa alasan Syahganda melontarkan ketidak percayaannya atas hitungan BPS di urusan koefisien gini.
Kata dia, koefisien gini bisa dilihat dari dua aspek, yakni kekayaan dan pendapatan. Jika dilihat dari kekayaan, berdasarkan keterangan Badan Pusat Pertanahan (BPN), di tahun 2012 saja ada 10 persen penduduk Jakarta yang menguasai 80 persen aset produktif.
Dari perbandingan 10 persen – 80 persen itu, ujar Syahganda, berarti koefisian gini di DKI berdasarkan kekayaan adalah 0,7. Dan angka koefisien gini kekayaan penguasaan aset, menurut dia, berbanding lurus atau merupakan cerminan dari koefisien gini di pendapatan.
“Sebab aset yang dikuasai kelompok 10 persen itu adalah aset produktif yang menghasilkan uang, seperti penyewaan apartemen dan hotel. Jadi koefisien gini di pendapatan pun tidak jauh 0,7 juga,” ujar dia.
Diakuinya, kondisi di mana koefisien gini 0,46 di pendapatan, namun 0,7 di kekayaan terjadi juga di negara-negara Skandinavian. Tapi bedanya, di sana terjadi seperti itu akibat adanya subsidi. “Di negara Skandinavia itu ada transfer dana langsung misal seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) ke masyarakat miskin. Tapi di Jakarta kan ngga ada BLT,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Sensus ekonomi BPS DKI menemukan koefisien gini (ketimpangan ekonomi antara si kaya dan miskin) di DKI Jakarta di tahun 2015 semakin melebar.
Kepala Badan Pusat Statistik DKI Jakarta Syech Suhaimi menyampaikan pendapatan orang kaya di Jakarta naik terlalu cepat. Di sisi lain, masyarakat kelas menengah dan bawah malah cenderung melambat pendapatannya. Padahal, jumlah orang kaya di Jakarta yang melonjak cepat itu hanya 20 persen dari total warga Jakarta.
“Sementara itu, pendapatan masyarakat menengah dan bawah yang jumlahnya 80 persen melambat,” kata dia, awal Mei lalu saat menyambangi kediaman Wagub DKI Djarot Saiful Hidayat.
Kata dia, di 2015, BPS melansir angka ketimpangan ekonomi di Jakarta 0,46 persen. Naik dari tahun 2014 yang mencapai 0,43 persen. “Semakin dekat ke angka 1 semakin timpang,” ujar Suhaimi. Baca: Dipimpin Ahok, Kesenjangan Kaya Miskin di Jakarta Semakin Lebar
Secara sederhana, Koefisien Gini merupakan salah satu ukuran umum untuk distribusi pendapatan atau kekayaan yang menunjukkan seberapa merata pendapatan dan kekayaan didistribusikan di antara populasi, atau untuk mengukur tingkat kesenjangan. Semakin mendekati 0 maka tingkat kesenjangan semakin mengecil. Sedangkan semakin mendekati 1 maka kesenjangan kaya-miskin semakin besar.
Artikel ini ditulis oleh: