Jakarta, Aktual.com — Sejumlah kalangan menilai kemampuan dan kinerja kabinet kerja Jokowi-JK bukan saja tak punya kemampuan dalam menjalankan tugasnya, tapi juga terbukti tidak kredibel dan punya kemampuan melaksanakan tugasnya.
“Sejak awal pembentukan kabinet, saya meragukan kemampuan menteri-menteri tersebut dan sekarang terbukti. Semua ini karena ketidakmampuan Jokowi merekrut para menteri yang berkualitas, tapi bersifat transaksional, politik balas budi dan tekanan politik. Karena itu, reshuffle kabinet bukan merupakan pilihan yang tepat bila penggantinya masih bersifat transaksional,” ujar pengamat politik Rusmin Effendy menjawab wartawan di Jakarta, Sabtu (20/6).
Menurut Rusmin, sejak awal proses seleksi menteri sudah tercium aroma transaksional bahkan rumor tentang mahar politik yang cukup prestesius yang dilakukan orang-orang dilingkaran dekat Jokowi maupun JK.
“Yang lebih memprihatinkan, seleksi yang dilakukan sangat tertutup bahkan ada yang dipanggil tidak diberikan posisi apa-apa. Proses awalnya saja sudah bermasalah, apalagi sekarang dan publik sudah melihat sendiri banyak menteri yang tidak punya kemampuan dan gebrakan apa-apa,” kata dia.
Dia menjelaskan, menteri bidang ekonomi misalnya sama sekali tidak punya kemampuan menjalankan semangat Trisaksi Bung Karno, bahkan sangat liberal. Akibatnya, Indonesia dibawah kepemimpinan Jokowi-JK menjadi keranjang sampah bagi antek-antek neolib yang secara bebas mengusai pasar Indonesia.
“Beberapa menteri yang dianggap kontroversial dan tak punya kemampuan seperti Rini Sumarno, Sofyan Djalil, Sudirman Said, Ignasius Jonan dan beberapa nama lainnya layak di reshuffle. Persoalanya apakah Jokowi punya keberanian mengganti mereka,” tegas dia.
Saat ini, lanjutnya, publik sudah terlanjur kecewa terhadap pemerintahan Jokowi-JK yang sama sekali tak punya memampuan apa-apa dalam menjalankan roda pemerintahan. Apa yang dijanjikan selama kampanye sama sekali tidak terbukti dan masyarakat semakin menjerit dengan kebutuhan pokok yang semakin tinggi, tidak ada perubahan sebagaimana yang dijanjikan.
“Bila kondisi ini tak segera diperbaiki, bukan tidak mungkin bakal muncul gerakan people power untuk menurunkan pemerintah. Beberapa negara dengan pemerintahan yang otoriter yang tidak berpihak kepada rakyat seperti Filipina, Thailand, pemerintahannya tidak berlangsung lama dan diturunkan melalui gerakan people power. Jadi, bukan tidak mungkin hal yang sama terjadi di Indonesia,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka