“Padahal berdasarkan outlook pemerintah sendiri di 2019 rasio utangnya akan tembus diatas 32 persen. Jadi yang dimaksud masih aman di bawah 30 persen ya cuma tahun ini saja,” ujarnya.

Sebenernya bukan rasio utang saja yang dipersoalkan, tapi penggunaan utangnya juga. Kata dia, klaim bahwa utang untuk kegiatan produktif, termasuk untuk infrastruktur. Itu sangat lemah. “Faktanya realisasi belanja modal selama dua tahun terakhir hanya mencapai 78-80 persen,” kata dia.

Oleh karena itu solusinya sekarang adalah alokasi utang dan realisasi belanja modalnya perlu didorong. “Apalagi penggunaan utang juga terbukti kurang efisien karena Silpa belanja pemerintah juga masih di atas Rp24 triliun. Itu kan namanya utang mubazir karena penyerapannya, trutama untuk dana perimbangan masih belum optimal,” kritik dia.

Berdasar informasi dari website Direktorat Jenderak Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, utang pemerintah terus melonjak. Per 31 Agustus 2017, mencapai Rp3.825,79 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp3.087,95 triliun (atau 80,7 persen) dan pinjaman sebesar Rp737,85 triliun (atau 19,3 persen).

Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 itu adalah Rp45,81 triliun yang berasal dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp42,95 triliun dan penarikan pinjaman (neto) sebesar Rp2,87 triliun.

Busthomi

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu