Sebelumnya warga Bukit Duri yang berada di bantaran kali Ciliwung RT 11,12,15, RW 10, Keluarahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, menolak pembongkaran rumah dan bangunan karena masih proses hukum yang sedang berlangsung. Ini karena Surat Perintah Bongkar (SPB) yang menjadi dasar menggusur sedang disengketakan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Selain itu, warga juga menilai bahwa Pemprov DKI sudah tidak lagi mendengarkan suara rakyat dengan mengabaikan permohonan DPRD untuk melakukan penundaan dalam kasus ini.

Jakarta, Aktual.com —Kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera Soemarwi mengatakan, bahwa sebetulnya warga Bukit Duri tidak melawan program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, mereka hanya meminta penggantian rugi yang setimpal.

“Sampai saat ini warga meminta hak beliau dipenuhi. Kita tidak minta banyak, tanah diganti tanah, rumah diganti rumah. Apple to apple. Rusun itu bukan apple to apple,” katanya di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (12/5). (Baca:  Pemprov DKI Dinilai Melawan Hukum, Warga Bukit Duri Ajukan Gugatan Hukum )

Lanjut Vera, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kala masih menjabat Gubernur DKI sempat mengucapkan janji untuk tidak menggusur warga Bukit Duri. Dalam janjinya itu, Jokowi menyepakati konsep yang ditawarkan komunitas Ciliwung Merdeka yakni ‘Kampung Susun Manusiawi Bukit Duri’ yang kemudian konsep tersebut disepakati bersama oleh warga.

Konsep itu sendiri, lanjut Vera, tidak melepaskan diri dari ketentuan Pemprov DKI. Jokowi kala itu mengusulkan kalau Kali Ciliwung tetap dinormalisasi dari rerata 20 meter menjadi 35 meter. Kemudian warga yang terdampak akan disediakan rusunami sebanyak 420 unit.

Bangunan rusunami itu sendiri tidak ditempakan jauh dari daerah asal yakni lima meter dari bibir sungai. Walhasil, usulan itu pun disepakati warga.

Sayangnya saat Jokowi menjadi presiden program tersebut dilupakan. Impian dimanusiakan oleh pembangunan seketika runtuh saat rencana penggusuran berkumandang dari mulut gubernur pengganti Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kala itu menjadi pasangan Jokowi. (Baca: JJ Rizal: Bukit Duri dan Menebar Ketakutan Ala Ahok )

“Pak Jokowi pernah datang sebagai gubernur untuk berjanji tak menggusur kawasan Bukit Duri dan membangun kampung deret. Sampai kemudian beliau pindah ke pusat, proses ini dihilangkan begitu saja,” tuturnya.

Mengenai penggantian rusunawa sendiri, Vera menyatakan jika hal itu tidak akan membuat kehidupan warga terdampak menjadi lebih baik. Hal itu lantaran, warga terdampak yang tadinya pemilik lahan malah menjadi penyewa rusun. Alhasil, biaya pengeluaran warga pun bertambah.

“Prinsip relokasi itu kondisi kehidupan sesudah direlokasi harus lebih baik daripada sebelumnya. Kalau kualitas hidupnya semakin hancur, yang tadinya punya lahan disuruh menyewa rusunawa di Rusun Bebek, apakah ini memanusiakan warga?” tanya dia.

Apalagi, lanjut Vera, jumlah rusun yang disediakan Pemprov pun tak mencukupi untuk ditempati seluruh warga. Sehingga dipastikan akan ada warga yang akan tidak memiliki tempat berteduh.

“Rusunawa Rawa Bebek unitnya 400 unit, sementara warga yang hendak digusur totalnya 550 bidang. Kapasitasnya saja sudah tidak memenuhi,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh: