Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (kanan) berjalan menuju ruang penandatanganan Kontrak Kegiatan Strategis Tahun Anggaran 2016 di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (18/1). Kementerian Perhubungan melakukan penandatanganan 12 kontrak kegiatan strategis Tahun Anggaran 2016 senilai Rp2,071 Triliun dari total 273 paket kegiatan senilai Rp14,242 Triliun. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/foc/16.

Jakarta, Aktual.com — Proyek pembangunan kereta cepat antara Jakarta dan Bandung harus diwaspadai oleh pemerintah, khususnya terkait tenaga kerja kasar asal Tiongkok.

Pasalnya, selain mengirimkan tenaga ahlinya, biasanya Tiongkok juga menggelondongkan tenaga kerja kasar.

Begitu yang disampaikan pengamat kebijakan pemerintah, Agus Pambagio. Dia menegaskan tenaga kerja kasar harus berasal dari Indonesia.

“Yang harus dikhawatirkan itu tenaga kerja kasar. Cina itu biasa paket itu harus diwaspadai, yang boleh masuk disini adalah tenaga ahli, bukan tenaga kasar. Tenaga kasar itu harus dari indonesia,” papar Agus, dalam diskusi di bilangan Cikini, Jakarta, Sabtu (23/1).

Menurutnya, proyek kereta cepat itu bisa dijadikan oleh masyarakat sekitar untuk mendulang penghasilan. Itulah alasan Agus mengapa pemerintah harus mewaspadai terkait tenaga kerja kasar itu.

Pendapat serupa juga dilontarkan oleh anggota Komisi V DPR RI, Epriyadi Asda. “Justru dengan pembangunan ini, kita meningkatkan ekonomi kerakyatan,” kata Asda dalam diskusi yang sama.

Diketahui, ground breaking proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung baru saja ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Proyek yang kerap disebut KCIC ini, memang melibatkan empat BUMN yaitu PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PTPN VIII (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT KAI (Persero).

Anggaran yang digelontorkan sendiri sangat besar mencapai Rp70-80 triliun. Yang sudah direncanakan, Tingkok akan memberikan tenaga ahlinya dalam pengerjaan proyek tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby