“Proses di anak perusahaan dalam mencari mitra tidak jelas. Kalaupun tender, seberapa ketat prosesnya?” kata dia (17/7).
Saling lempar penunjukan langsung Blackgold
Sofyan sendiri beralibi jika penunjukan langsung tersebut berdasarkan aturan diperbolehkan, apabila Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap memiliki mayoritas saham di suatu proyek.
“PJB (yang memilih pengembang). Ada persyaratannya dari induk (PLN). Kan kalau 51 (persen saham) boleh nunjuk,” kata Sofyan sesaat setelah kantornya digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin malam (16/7).
Ia pun mengklaim proyek pembangunan PLTU Riau 1 sudah dilakukan secara profesional. Apabila ada skandal suap-menyuap, ia menuding hal tersebut dilakukan oleh pihak swasta, bukan dari PLN.
“Apabila ada permalasahan di pihak konsorsium, kami tak bisa mendalami ke sana, kami hanya sebatas antara kami dan anak perusahaan,” jelasnya.
Sementara Sekretaris Perusahaan PJB Muhammad Bardan menuturkan secara jelas bagaimana PLN menunjuk langsung PJB untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1. Ia mengatakan pasca putusan penunjukan langsung tersebut, PJB kemudian memilih partner BlackGold karena anak usahanya, PT Samantaka Batubara memiliki tambang batu bara.
Namun untuk proses pemilihan partner, ditegaskan dia dilakukan PT PLN Batubara. Samantaka sendiri ditunjuk karena sesuai dengan beberapa syarat yang diajukan PJB dari sisi pasokan batubara.
“Sepengetahuan saya itu sudah biasa, due diligence antara PLN Batubara dan Samantaka, bisa ditanyakan lebih jelas ke PLN Batubara,” kata Bardan.
Dalam memilih mitra proyek, kriteria yang ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Keppres No. 14/2017. Saat ini, status proyek sudah ada LOI yang diterbitkan PLN, tapi masih ada condition precedence yang harus dipenuhi konsorsium.
“Sedangkan persetjuan PLN diperlukan setelah dipenuhinya condition presedence, yaitu saat akan dibentuknya Join Venture antara PJB Investasi-CHEC-BNR,” terangnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby