Jakarta, aktual.com – Energi terbarukan menjadi angin segar bagi dunia otomotif. Ramah lingkungan dan tak tergantung dengan bahan bakar dari fosil bisa membuat Indonesia lebih sehat.
Pabrikan otomotif asal Korea Selatan Hyundai menyambut positif inovasi bahan bakar nabati di Indonesia. Saat ini sudah ada Pertamax Green, program B50 dan terbaru ada Bobibos yang masih menunggu regulasi pemerintah.
“Kami menyambut baik berbagai inovasi BBN di Indonesia. Inovasi seperti ini sejalan dengan komitmen global Hyundai, Progress for Humanity, serta upaya nasional menuju energi yang lebih ramah lingkungan,” ujar Chief Operating Officer Hyundai Motors Indonesia (HMID) Fransiscus Soerjopranoto kepada wartawan, Selasa (9/12/2025).
Menurut dia, riset lokal seperti Bobibos dan energi terbarukan lainnya sejalan dengan komitmen perusahaan. Hyundai juga menilai positif dalam mendukung transisi energi di Tanah Air.
“HMID akan terus mempelajari performa dan durabilitas kendaraan dengan bahan bakar inovatif tersebut, untuk memastikan standar global Hyundai tetap terjaga bagi konsumen,” katadia.
Ke depan, lanjut dia, Hyundai akan mengikuti proses standarisasi dan kebijakan yang tetapkan pemerintah terkait energi terbarukan.
“Kami mendukung semua bentuk inovasi yang membawa inisiatif ramah lingkungan. Ke depan, Hyundai akan mengikuti proses standardisasi dan kebijakan yang ditetapkan oleh regulator terkait,” tambahnya.
Bobibos merupakan inovasi terbaru anak bangsa yang merupakan bahan bakar dari jerami. Melalui proses bioenergi dan suntikan serum khusus, jerami diubah menjadi bahan bakar performa tinggi setara Research Octane Number (RON) 98 dan ramah lingkungan. Bobibos diklaim mampu menekan emisi gas buang hingga mendekati nol, sehingga lebih bersih dibandingkan bahan bakar fosil.
Sedangkan Pertamax Green 95 adalah produk bahan bakar bensin dari Pertamina yang dicampur dengan 5% bioetanol dari bahan nabati. Sementara B50 adalah jenis biodiesel yang terdiri dari 50% bahan bakar nabati dari minyak nabati (biasanya minyak sawit) dan 50% solar/diesel fosil.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















