Jakarta, Aktual.com – Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah, Budi Nurwono mengajukan permintaan untuk mencabut keterangannya yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), saat diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Permintaan ini pun tak dipenuhi oleh Jaksa KPK, lantaran dinilai tak punya dasar hukum. Begitu keputusan serempak Jaksa KPK dalam persidangan mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.
“Pencabutan BAP hanya dilakukan melalui surat yang dikirim ke persidangan. Kalau kami berpendapat (pencabutan BAP) tetap tidak bisa,” tegas Jaksa KPK, Ali Fikri, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/8).
Menurut Jaksa Ali, keterangan Budi yang ingin dicabut terkait kesepakatan pemberian uang Rp50 miliar dari Chairman PT Agung Sedayu Grup, Sugiyanto Kusuma alias Aguan kepada DPRD DKI Jakarta, guna mempercepat pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Dimana, keterangan itu disampaikan saat diperiksa penyidik KPK pada 14 dan 22 April 2016.(Selengkapnya: Aguan Setujui Beri Rp50 Miliar ke Anggota DPRD DKI).
“Aguan menyanggupi (pemberian uang Rp50 miliar), kemudian bersalaman dengan seluruh yang hadir,” jelas Jaksa Ali, saat membacakan BAP yang dimaksud.
Diakui dia, Budi sudah tiga kali meminta pencabutan BAP-nya. Namun, permintaan itu ditolak lantaran dalam 5 kali pemeriksaan Budi tidak pernah membantah kesaksiannya itu.
Selain itu, penolakan ini dilakukan lantaran Jaksa KPK akan menggunakan keterangan Budi sebagai barang bukti.
“Kami tetap berpendapat begitu. Nanti, bisa untuk perkara Mohamad Sanusi yang lain,” jelasnya.
Kendati demikian, Jaksa KPK memahami bahwasanya keputusan diterima atau ditolaknya permintaan Budi berada di tangan Majelis Hakim. Namun, mereka tetap berharap para ‘wakil Tuhan’ itu punya pandangan yang sama.
Terlebih, Jaksa KPK sudah tiga memanggil Budi untuk bersaksi dalam persidangan Ariesman. Tapi tak satu pun panggilan itu dipenuhi.
Lantaran hal itulah, Jaksa KPK tidak bisa mengkonfirmasi BAP Budi soal kesepakatan ‘fee’ Rp50 miliar antara Aguan dengan pihak DPRD DKI.
“Di dalam surat yang kami terima, dia sedang diopname jadi tidak bisa dipanggil. Masalah kebenarannya, kami tidak bisa menilai,” kata Ali.
Seperti diketahui, PT Kapuk Naga, anak perusahaan Agung Sedayu, merupakan salah satu pengembang reklamasi pantura Jakarta. Mereka berkepentingan untuk mereklamasi 5 pulau, A-E.
Untuk pulau C-D telah diuruk dan sudah ada bangunannya. Meski begitu, pembangunan di 2 pulau itu terpaksa dihentikan karena PT Kapuk Naga belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
IMB baru bisa dikantongi setelah Raperda tentang Rencana Tata Ruang disahkan oleh DPRD DKI menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Laporan: M Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby