Jakarta, Aktual.co – Terlalu beresiko bagi kabinet Jokowi untuk menggunakan Sri Mulyani Indrawati (SMI) sebagai ujung tombak perekonomian. Bukan apa-apa, karena setidaknya ada empat catatan kritis tentang SMI yang wajib diwaspadai oleh Jokowi.
Demikian disampaikan oleh peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra di Jakarta, pagi ini, Rabu (15/10).
Menurut Gede, catatan pertama tentang SMI adalah tentang peningkatan utang luar negeri yang jumlahnya cukup signifikan semasanya menjabat di pemerintahan SBY tahun 2005 hingga 2010, yaitu dari sebesar Rp 1.313 ke Rp 1.676 trilyun.
Selain itu, di ujung jabatannya di tahun 2010, SMI sangat terkenal di kalangan investor asing sebagai menteri keuangan yang gemar memberi imbal hasil yang tinggi bagi kepemilikan obligasi negara (4,32%), bahkan di antara negara-negara di kawasan Asia Timur seperti Filipina (3,89%) dan Korea Selatan (4,15%).
Bunga obligasi yang tinggi itulah yang menjelaskan, mengapa SMI disenangi bankir-bankir asing, tapi merugikan Indonesia. Menurut kalangan ekonom senior, hal ini berpotensi merugikan Indonesia secara finansial di masa depan.
”Kedua adalah tentang keterkaitan SMI di Skandal Century. SMI memiliki peran yang sangat besar dalam skandal kontroversial ini karena hadir pada rapat KSSK pada tanggal 21 November 2008 untuk penentuan status Bank Century sebagai bank gagal yang harus diberikan dana talangan. KPK masih belum meningkatkan status hukum SMI karena diduga terdapat campur tangan oknum penasehat KPK yang simpati terhadap SMI,” jelas Gede.
Ketiga adalah tentang keterlibatan SMI dalam Skandal Pajak Bos Ramayana Paulus Tumewu yang sempat ramai di DPR pada April 2010. Pada tahun 2006, selaku menteri keuangan SMI diduga kuat membantu penggelapan ratusan milyar pajak taipan yang saat itu (2006) merupakan orang terkaya ke-14 di Indonesia versi majalah Forbes. Kasus inilah yang kabarnya merupakan penyebab dari hengkangnya SMI dari Indonesia sebagai kompromi politik.
”Catatan keempat, meskipun orang tua SMI kabarnya merupakan nasionalis PNI, tidak ada yang meragukan bahwa ekonom UI ini merupakan keturunan ideologis Mafia Berkeley yang dipimpin Widjoyo Nitisastro,” katanya lagi.
Jokowi, sambung Gede, harus menolak lupa, bahwa sesungguhnya adalah Mafia Berkeley bersama Angkatan Darat pimpinan Suharto dkk lah yang menggulingkan Pemerintahan Bung Karno dan kemudian menjadi arsitek ekonomi Orde Baru selama 32 tahun.
”Kini merekalah yang menjadi garda terdepan membela paham neoliberalisme yang bertentangan dengan konstitusi kita,” tutup Gede.