Jakarta, Aktual.com – Korban kasus penipuan yang dilakukan oleh pemilik Koperasi Indosurya Henry Surya menyoroti kinerja aparat kepolisian.

Kuasa hukum korban Indosurya dari LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim mengatakan bahwa perkara tersebut mandek meski Henry Surya telah ditetapkan sebagai tersangka sejak April 2020. 

“Namun janggalnya sejak ditetapkan sebagai tersangka, perkara mandek dimana berkas tersangka Henry Surya tidak pernah dilimpahkan ke Kejaksaan atau yang sering disebut tahap 1 (pelimpahan berkas),” ujarnya, Sabtu (22/5).

Menurut Alvin, kondisi tersebut melanggar hukum formiil atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 110 Ayat 1 dan 50 KUH Acara Pidana. 

“Jadi begini, sejak penetapan tersangka maka menurut KUHAP tugas penyidik Polri sudah tercapai dan wajib segera melakukan pemberkasan untuk dilimpahkan berkas ke Kejaksaan sebagaimana amanah isi Pasal 110,” jelasnya. 

“Sudah jelas secara hukum kata ‘wajib segera’ adalah keharusan dan secepatnya harus diserahkan kepada penuntut umum. Tidak boleh tidak. Jangka waktu satu tahun lebih tentu saja tidak memenuhi kata wajib segera,” imbuhnya.

Karena lambatnya penanganan kasus tersebut, pihaknya pun melakukan proses hukum kasus yang ditangani Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) ini ke Ombudsman RI. 

“Karenanya kami menyurati Ombudsman untuk meminta klarifikasi dugaan penyelewengan penanganan kasus Indosurya,” jelasnya. 

“Di sini agar masyarakat pantau dan cerdas hukum, jangan mau dibodohi oknum yang merasa punya wewenang menahan berkas dan menunda-nunda penanganan perkara yang ditanganinya. Wajib segera ini adalah hal yang harus/wajib dilakukan penyidik, tidak bisa serta-merta ditunda-tunda sehingga merugikan para korban,” paparnya. 

Sementara, pelapor kasus ini, advokat Priyono Adi Nugroho menjelaskan awalnya proses hukum berjalan cepat hingga ditetapkan sejumlah orang sebagai tersangka, yakni Henry Surya, Suwito Ayub dan June Indria. Namun setelah penetapan tersangka, kata Priyono, penyidik dan atasan penyidik tidak pernah mau menjawab komunikasinya ketika ditanyakan rencana tindak lanjut. 

“WA saya tidak dibalas terutama pertanyaan mengenai kenapa tersangka tidak ditahan dan kapan berkas bisa dilimpahkan ke pengadilan. Telepon saya tidak pernah dijawab dan jika didatangi ke Mabes, ditanyakan langsung selalu menghindar dan tidak pernah menjawab pertanyaan saya di atas. Kesannya penyidik takut memberikan ‘transparansi’ perkembangan perkara,” bebernya.

“Apakah ada tekanan oknum jenderal Polri sehingga penyidik memble? Ini kami pertanyakan dan tidak pernah mendapat jawaban. Sebagai kuasa hukum, penyidik seharusnya paham, advokat mempunyai kewajiban mewakili korban menanyakan perkembangan perkara,” sambungnya. 

Adapun korban Indosurya berinisial D, menilai polisi merupakan figur pemberani dalam mengungkap kebenaran dan membantu masyarakat menegakkan hukum. Namun sosok ideal ini dianggap tak terjadi dalam penanganan kasus Indosurya oleh penyidik Kepolisian dari Dittipideksus. 

“Tapi dalam kasus Indosurya kenapa sudah setahun lebih tidak ada pelimpahan berkas ke Kejaksaan? Penyidik ketika saya tanyakan tidak mau menjawab kepada para korban. Ada apa ini?” kata dia. 

Pihak LQ pun berharap pimpinan tertinggi Polri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo benar-benar mewujudkan janjinya yakni tajam ke atas dan ke bawah dalam penegakan hukum. Khususnya semasa 100 hari kerja dan seterusnya. 

“Sudah lebih dari 100 hari kinerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Namun kenyataan hukum masih tumpul ke atas dalam kasus Koperasi Indosurya. Janji Kapolri sepertinya masih pepesan kosong,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin