Kuningan, Aktual.co – Keadaan lebih buruk, justru dialami ketika Indonesia mengusung reformasi nasional. Sama sekali reformasi tidak salah atau keliru, tetapi harus diakui selama reformasi bergulir, muncul berbagai kecenderungan yang memprihatinkan.

Demikian disampaikan Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam ‘Silaturahmi Tata Ruang Peradaban’ di Kuningan, Jabar, Senin (3/11). Pidato ini diwakilkan‎ Laksma TNI UUS Kustiwa.‎

‎”Diakui atau tidak, mainstream reformasi mengarah ke gejala menelantarkan kesepakatan dasar kita dalam berbangsa dan bernegara,” imbuhnya.‎

‎Kesepakatan dasae tersebut adalah pancasila, UUD 45, NKRI dan bhineka tunggal ika. ‎Padahal, kesepakatan dasar atau paradigma nasional itulah yang telah terbukti dan mampu menjamin eksistensi NKRI di tengah terpaan pasang surutnya gelombang dan badai sejarah.‎

‎Kenyataan tersebut, sambung Moeldoko, dirasakan dalam seluruh bidang atau gatra kehidupan, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam. Kegamangan terhadap pancasila seakan mencapai puncaknya setelah Orba jatuh. ‎

‎”Proses demokratisasi politik masih mencari bentuknya serta tidak sedikit yang menimbulkan ketegangan dan kon‎flik. Krisis ekonomi sejak 1998 pun menyisakan dampak hingga sekarang,” imbuhnya lagi.‎

‎Dewasa ini, disharmonisasi sosial mudah sekali pecah di hampir semua daerah. Konflik komunal mengintai setiap saat. Spirit primordialisme mendominasi multikultural.‎

‎”Belum lagi di bidang hankam, tidak kalah memprihatinkan. Radikalis‎me, anarkisme, trorisme serta kejahatan dan kriminalitas baik perorangan maupun korporasi masih mewarnai keseharian kita. Jumlahnya pun cenderung meningkat, baik kuantitas maupun kualitas,” pungkasnya.