Jakarta, Aktual.com — Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti bertemu dan berkumpul. Nikah juga berarti mengikat hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui akad yang dilakukan menurut syariat Islam. Keinginan menikah tentu dimiliki setiap manusia yang sudah mencapai usia yang pantas dan siap secara lahir dan batin.
Rasulullah SAW bersabda: Artinya, ”Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (HR. Bukhori Muslim).
Di dalam Islam, menikah merupakan suatu ibadah.dengan adanya pernikahan maka dapat membuat kita terhindar dari segala fitnah dan dijauhkan dari zinah.
Namun, yang perlu diketahui yakni adanya beberapa golongan yang tak seharusnya kita nikahi. Hal tersebut tertera dalam srat An Nisa ayat 23 yang berbunyi:
“Diharamkan atas kalian untuk (mengawini) ibu-ibu kalian (1), anak perempuan kalian (2), saudara-saudara perempuan kalian (3), saudara-saudara perempuan dari ayah kalian (4), saudara-saudara perempuan dari ibu kalian (5), anak-anak perempuan dari saudara laki-laki (kalian) (6), anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan (kalian) (7),”
“Ibu-ibu kalian yang menyusui kalian (8), saudara-saudara perempuan sepersusuan (9), ibu-ibu istri kalian (mertua) (10), anak-anak dari istri kalian yang dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri (11), akan tetapi jika kalian belum bercampur dengan istri kalian itu (dan sudah kalian ceraikan) tidaklah berdosa kalian kawini, dan kalian diharamkan terhadap istri-istri anak-anak kandung kalian (menantu) (12), dan menghimpun dua perempuan yang bersaudara (dalam perkawinan) kecuali telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah maha pengampun dan maha penyayang. ”
Dari ayat di atas disebutkan beberapa mahram. Berikut rinciannya:
1. Ibu-ibu kalian
Definisi secara bahasa arab ibu adalah setiap nasab lahirmu yang kembali kepadanya, termasuk diantaranya sebagai berikut: Ibu (ibu yang melahirkanmu), ibu dari ibu maupun ayah kalian, nenek dari ibu maupun ayah kalian, buyut dari ibu maupun ayah kalian, dan seterusnya ke atas.
2. Anak-anak perempuan kalian
Berikut yang termasuk dalam kategori anak perempuan: Anak perempuan kalian, anak perempuan dari anak kalian (cucu perempuan), cucu perempuan dari  anak kalian (cicit perempuan), dan seterusnya generasi ke bawahnya.
3. Saudara-saudara perempuan kalian
Saudara perempuan yang merupakan mahram adalah sebagai berikut: Saudara perempuan satu ayah dan satu ibu, saudara perempuan satu ayah saja dan saudara perempuan satu ibu saja.
Jika ayah kita menikah dengan 2 wanita, berarti anak-anak dari istri-istri ayah kita termasuk mahram yang tidak boleh dinikahi.
4. Saudara-saudara perempuan dari ayah kalian
Mereka adalah: saudara perempuan ayah satu ayah dan satu ibu, saudara perempuan ayah satu ayah saja, saudara perempuan ayah satu ibu saja, saudara perempuan kakek dari ayah dan ibu, saudara perempuan buyut dari ayah dan ibu dan seterusnya ke atas.
Misalnya, ayah kita memiliki istri lebih dari satu berarti saudara-saudara perempuan ibu-ibu kita juga mahram. Haram menikah dengan mereka.
5. Saudara-saudara perempuan ibu
Saudara perempuan dari pihak ibu juga termasuk mahram, skemanya seperti saudara perempuan ayah. Biasanya kita menyebut mereka tante atau budhe atau bulik dan semacamnya.
6. Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki
Yang termasuk golongan anak-anak perempuan dari saudara laki-laki adalah sebagai berikut: Anak perempuan dari saudara laki-laki se-ayah dan se-ibu,anak perempuan dari saudara laki-laki se-ayah saja atau se-ibu saja, cucu dari saudara laki-laki se-ayah atau se-ibu,cicit perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah
Secara mudahnya, anak perempuan dari saudara laki-laki istilah kita termasuk keponakan dari saudara laki-laki.
7. Anak perempuan dari saudara perempuan
Golongan ini juga kedudukannya sama dengan poin 6. Keponakan adalah mahram, baik dari anak saudara laki-laki maupun anak saudara perempuan kita, termasuk juga cucu, buyut dan seterusnya dari saudara laki-laki maupun saudara perempuan kita.
8. Ibu-ibu yang menyusui kalian
Meskipun tidak ada nasab dengan kita, jika ada ibu-ibu menyusui kalian maka haram dinikahi, termasuk: Ibu yang menyusui itu sendiri, ibu dari ibu yang menyusui, nenek dari ibu yang menyusui, dan seterusnya ke atas.
Termasuk juga anak-anak dari ibu maupun suami yang menyusui itu sendiri adalah mahram bagi kita dan haram dinikahi. Oleh karena itu menyusui bayi itu tidak boleh sembarangan agar tidak terjadi masalah dalam pernikahan kelak.
9. Saudara perempuan dari ibu sepersusuan
Maksudnya adalah perempuan yang kalian disusui oleh ibunya atau perempuan yang menyusu pada ibumuatau menyusu pada orang yang sama selain ibu kalian berdua atau perempuan yang menyusu pada istri lain dari suami ibu susuan.
Sekali lagi permasalahan saudara sesusuan ini sangat pelik, para wanita harus berhati-hati menyusui seorang bayi, meskipun merasa kasihan pada bayi tersebut. Jangan sampai kita menikahi orang yang seharusnya tidak boleh dinikahi.
10. Ibu istri-istri kalian (Mertua)
Ibu dari istri-istri kita disebut dengan mertua. Maka termasuk nasab ke atas adalah mahram kita, nenek dari istri, buyut dari istri dan seterusnya. Begitu juga dengan ibu susuan dari istri, dan seterusnya, kedudukannya sama dengan ibu kandung dari istri.
11. Anak-anak dari istri yang sudah kalian campuri
Anak-anak istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang sudah kalian campuri akan tetapi jika belum dicampuri dan sudah cerai atau meninggal maka boleh dinikahi.
Dalam masyarakat kita menyebutnya anak tiri. Jadi seorang laki-laki yang menikah dengan seorang wanita yang sudah mempunyai anak berarti ada hukum terhadap anak-anak istrinya seperti yang telah disebutkan.
12. Istri-istri dari anak-anak kandung (Menantu)
Istri dari anak-anak kandung disebut menantu. Seseorang tidak boleh menikahi seorang wanita ketika sudah terjadi akad nikah dengan anak-anak kandungnya, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Termasuk juga nasab ke bawahnya, anak dari menantu, cucu dari menantu dan seterusnya ke bawah.
Artikel ini ditulis oleh: