Pjs Walikota Bekasi Ruddy Gandakusumah (kiri) bersama Ketua Ombudsman RI perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho (kanan) saat jumpa pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (15/8).

Jakarta, Aktual.com – Ombudsman RI (ORI) menerbitkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terkait maladministrasi dalam penghentian pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan di sejumlah kecamatan dan kelurahan di Kota Bekasi.

Kasus ini bermula dari aksi penghentian pelayanan publik yang diduga dilakukan aparatur sipir negara (ASN) tingkat kecamatan dan kelurahan se-Kota Bekasi pada 27 Juli lalu.

Awalnya, beberapa Kelurahan dan Kecamatan berdalih dengan menyebut pelayanan terhenti karena sistem offline. Namun seiring berjalannya waktu, muncul rumor yang mengabarkan insiden itu disebabkan oleh konflik yang terjadi antara Penjabat Sementara (Pjs) Walikota Bekasi Ruddy Gandakusumah dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi Rayendra Sukarmadji.

Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho mengatakan, penghentian layanan publik yang dilakukan serentak di 12 kecamatan dan 9 kelurahan se-Bekasi ini telah terbukti dilakukan secara sistematis dan terdapat faktor kesengajaan.

“Temuan kami ada pihak yang mengarahkan secara sistematis dan terencana. Kami menemukan bukti dari pihak tertentu bahwa ada perintah sistematis dan terstruktur penghentian pelayanan publik,” kata Teguh di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (15/8).

Teguh menambahkan, pihaknya pun telah memintah Pjs Walikota Bekasi Ruddy Gandakusumah untuk melakukan tindakan korektif guna memberi sanksi kepada sejumlah pejabat, di antaranya adalah Inspektorat Kota Bekasi, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKKPD) Kota Bekasi dan Kabag Humas Kota Bekasi.

Sanksi ini diberikan lantaran pejabat-pejabat itu tidak mengutamakan kepentingan publik, melainkan justru berorientasi pada hal lain.

Menurut Teguh, pihaknya telah memperoleh bukti berupa video atau bukti lainnya yang membuktikan kesalahan dari pejabat-pejabat yang disebut di atas. Temuan ini, katanya, merupakan hasil dari investigasi yang dilakukan oleh Ombudsman.

“Misalnya Kabag Humas menyatakan kepada masyarakat bahwa terjadi kekecewaan warga kepada Pak Walikota. Padahal tugas humas adalah menjelaskan kenapa penghentian layanan terjadi,” ujar Teguh.

Sementara itu, Ruddy menyatakan kasus ini telah membunuh karakternya selaku Pjs Walikota. Sesuai rekomendasi, Pjs diberi waktu 30 hari untuk memberikan sanksi meski Ruddy menegaskan bahwa wewenang itu Tidak bisa dilakukan sendiri olehnya.

“Karakter saya dibunuh dengan kejadian ini tapi kami akan berkonsolidasi dengan pelaksana harian (PLH) sekda termasuk Pemprov Jabar untuk merumuskan langkah bersama,” kata Ruddy.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan