Jakarta, Aktual.co — Enam narapidana yang melakukan sabotase di penjara Kaohsiung, Taiwan, Rabu (11/2) ditemukan dalam keadaan tewas. Mereka dinyatakan bunuh diri dengan menembaki tubuhnya sendiri.
Dari hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), Kementerian Kehakiman Taiwan menyimpulkan bahwa dua orang tahanan dengan sengaja menembaki empat tahanan lainnya, sebelum akhirnya keduanya bunuh diri.
“Setelah 14 jam dikepung, enam narapidana yang menyandera dua orang sipir dan kepala penjara, tewas bunuh diri,” papar Wakil Menteri Kehakiman Taiwan, Chen Ming-tang, dilansir dari BBC, Jumat (13/2).
Menurut penuturan, seorang sipir penjara yang menjadi sandera, awal kejadian sabotase adalah sekitar pukul 16.30 waktu setempat, ketika keenam tahanan itu berpura-pura sakit di saat yang bersamaan.
Seketika itu, mereka mengikat dua orang sipir dan memaksa untuk membawa mereka ke ruang senjata, dan berhasil mencuri empat senapan, enam pistol dan 200 butir peluru.
Mengetahui sabotase tersebut, Kepolisian Taiwan langsung mengerahkan pasukan untuk mengepung salah satu penjara terbesar di Taiwan tersebut.
Setelah bernegosiasi cukup lama, tepat pukul 03.00, mereka sepakat untuk melepaskan kepala penjara. Dua jam setelah itu, sandera lainnya tiba-tiba keluar dengan keadaan terluka.
Sesaat polisi yang mengepung langsung melakukan penyergapan, dan menemukan keenam narapidana yang dihukum antara lain karena pembunuhan dan narkoba itu sudah dalam keadaan tewas.
Kejadian tersebut diduga dipimpin oleh Cheng Li-te. Dia adalah seorang anggota geng kriminal paling kuat di Taiwan, United Bamboo.
Sebelum peristiwa sabotase, Cheng Li-te sempat melakukan protes terkait upah kerja (6 USD per bulan) di dalam penjara terlalu rendah.
Dia juga sempat menulis surat untuk Kementerian Kehakiman Taiwan. Surat tersebut berisi terkait pembebasan bersyarat yang diterima mantan Presiden Taiwan Cheng Shui-bian.
Cheng Li-te merasa hukuman tersebut tidak pantas diberikan kepada terdakwa untuk pencucian uang dan penerimaan suap. Padahal, Cheng Shui-bian sudah divonis penjara selama 20 tahun.
Kejadian tersebut membuat Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou angkat bicara. Dia berjanji akan mereformasi terkait lemahnya sistem administrasi dan sistem keamanan di seluruh penjara Taiwan.
“Situasi ini menujukkan bahwa ada lubang dalam sistem administrasi penjara. saya telah meminta Kementerian Kehakiman untuk memperbaikinya dengan melakukan kajian mendalam terhadap sistem di penjara,” ujar Ma Ying-jeou.
Artikel ini ditulis oleh:

















