Jakarta, Aktual.co —Mahalnya biaya politik di Indonesia mendorong Partai politik, LSM dan Lembaga Negara untuk menyuarakan “Pemilih Cerdas”. Kalimat “Pemilih Cerdas” sering dikomunikasikan ke masyarakat oleh kelompok-kelompok tertentu guna mencapai maksud dan tujuanya. Padahal pada kelompok masyarakat tertentu, mereka sudah cerdas dalam menyikapi Pemilu. Justru Partai politik yang belum cerdas dalam merekrut calon-calon legeslatifnya maupun calon presiden yang ditawarkan kemasyarakat. Tingginya angka Golput pada Pilkada di berbagai daerah merupakan salah satu indikator pemilih cerdas. Pemilih tidak menemukan sosok ideal yang ditawarkan partai untuk memimpin daerah tersebut. 
Kalimat “Pemilih Cerdas” sering dikumandangkan para kontestan Pilkada maupun Pemilu yang mempunyai kapital terbatas, mengeluh tentang mahalnya biaya politik di Indonesia. Padahal kalau para kontestan itu cerdas mereka bisa berkompetisi dengan biaya yang minim.
Rusaknya sistim demokrasi di Indonesia bukan berawal dari masyarakat, melainkan diawali oleh para politisi dadakan yang mempunyai kapital besar. Partai politik adalah yang paling bertanggung jawab atas rusaknya tatanan sistem demokrasi di Indonesia. Jelas Ray Rangkuti pada Dialog Kenegaraan yang diadakan Dewan Perwakilan Daerah (20/11).