Jakarta, Aktual.co —Pemilu tahun 1999 dimenangkan oleh PDIP, tahun 2004 dimenangkan oleh Partai Golkar dan tahun 2009 dimenangkan oleh Partai Demokrat. Ketiga pemilu tersebut menggambarkan posisi politik rakyat Indonesia sebagai politik “penghakiman.”
Selama 32 tahun politik rakyat Indonesia dikekang oleh sistem demokrasi penguasa, pemilu 1999 merupakan pemilu pertama sejak jatuhnya orde baru menjadikan rakyat Indonesia bereforia dengan kebebasan berpolitik, menjadikan titik balik untuk memilih pemimpin yang diharapkan mampu memimpin bangsa ke arah yang lebih baik, tapi kenyataanya tidak sesuai dengan yang diharapkan rakyat Indonesia.
Pada pemilu 2004 rakyat kembali menaruh harapan kepada Partai Golkar, karena menganggap Partai Golkar merupakan Partai yang berpengalaman memimpin negara selama 32 tahun, stabilitas ekonomi dan stabilitas keamanan merupakan harapan rakyat Indonesia kepada Partai Golkar kala itu, akan tetapi hasilnya rakyat kembali kecewa.
Melihat sosok SBY yang ganteng, kalem dan di anggap bersih dari KKN, rakyat Indonesia menentukan pilihan ke Partai Demokrat di pemilu tahun 2009, lagi – lagi rakyat Indonesia merasa tertipu. Di ujung pemerintahan SBY, satu per satu borok pemerintahan yang dipimpin Partai Demokrat terkuak ke publik, banyak pemangku kebijakan yang terseret ke lembah korupsi. Eksekutif, legislatif dan yudikatif bersama-sama merampok uang negara untuk kepentingan pribadi.
Sistem demokrasi liberal yang dianut Indonesia akan menjadikan seorang penguasa menjadi korup, sistem demokrasi liberal menempatkan demokrasi di atas lembaran rupiah, jadi untuk membangun popularitas dan elektabilitas membutuhkan biaya yang sangat besar.
Pertanyaan yang mendasar “Kenapa Indonesia menganut demokrasi liberal ?.” Padahal dalam ideologi pancasila di sila ke 4 “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusawaratan / perwakilan” sudah dirancang oleh para pendiri bangsa untuk sistem demokrasi Indonesia.