Kapolri Jenderal Tito M Karnavian menyampaikan sambutan saat acara MoU antara DPR dan kepolisian di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/18). Kerjasama tersebut dalam rangka peningkatan keamanan di lingkungan DPR. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Tito Karnavian menginstruksikan kepada Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror untuk mengusut tuntas kasus bom Surabaya yang terjadi pada 14 Mei lalu.

“Instruksi saya bom Surabaya, tangkap, tuntaskan, sudah tahu jaringannya, semua ditangkap,” ujar Tito di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Senin (16/7).

Menurutnya, tindakan yang dilakukan Densus 88 telah membuka pintu bagi Polri untuk mengusut tuntas jaringan terorisme pelaku bom Surabaya.

Terlebih, dengan adanya undang-undang antiterorisme yang baru, yakni UU Nomor 5 Tahun 2018, pihak kepolisian memiliki ruang gerak yang lebih besar untuk memberantas terorisme.

“Ideolog, inspirator, pelaku, pendukungnya, yang menyiapkan anggaran, menyembunyikan, menyiapkan handak (bahan peledak), atau simpatisan yang terkait, menurut undag-undang baru Undang-undang 5/2018 maka ini yang bersimpati pun kepada mereka saat melakukan aksi itu, bagian dari kelompok mereka itu bisa kita pidana,” paparnya.

Sejak teror bom Surabaya, sudah ada 200 terduga teroris yang ditangkap. 20 orang di antaranya ditembak mati petugas karena melawan saat ditangkap.

“Ada 17 orang, ditambah dengan 3 yang di Yogyakarta. Jadi 20 terduga teroris yang meninggal dunia,” ucap Tito.

Pengejaran ini akan terus dilakukan sampai kelompok teroris ini habis. Tito memastikan Densus 88 sudah memiliki data anggota jaringan teror dan akan terus dikejar.

“Kita akan urut betul dan kita sudah tahu jaringan ini di mana saja. Kita akan bertindak, kejar. Anda sudah buka pintu, kami tidak akan berhenti masuk,” tegas dia.

Mantan Komandan Densus 88 itu tidak ambil pusing dengan kritik soal penindakan tegas terhadap terduga teroris. Aturan hukum di Indonesia maupun PBB menyebutkan, tindakan tegas bisa dilakukan saat pelaku kejahatan sudah membahayakan petugas atau masyarakat.

“Jadi saat ada ancaman seketika kepada petugas atau masyarakat, kita bisa melakuakan tindakan termasuk kekuatan mematikan. Kalau mereka menggunakan parang, senjata api, bom, masa kita imbau-imbau saja,” ucap dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan