Pengerjaan gedung 16 lantai yang akan digunakan untuk kantor lembaga anti rasuah itu telah memasuki tahap akhir. Gedung tersebut mulai dibangun sejak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan memiliki 70 ruang pemeriksaan dan gedung penjara yang mampu menampung 50 orang, 40 pria dan sepuluh wanita.

Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan, kasus yang menjerat Direktur Utama PT Pelindo II Richard Josst Lino berbeda dengan kasus yang ditangani oleh Bareskrim Polri.

“Kita belum tahu apa kasus yang mana yang ditangani di Bareskrim Polri, tapi penanganan kasus di KPK berangkat dari pengaduan masyarakat, yang masuk di KPK yaitu pengadaan Quay Container Crane pada 2010,” kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat (18/12).

Untuk diketahui, KPK mengumumkan penetapan RJ Lino sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Quay Container Crane di PT Pelindo II (Persero) tahun 2010.

“Dalam penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi Quay Container Crane PT Pelindo II Persero tahun 2010, penyidik KPK telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dan menetapkan RJL (Richard Joost Lino) Dirut PT Pelindo II Persero sebagai tersangka,” kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati.

KPK dalam kasus QCC berdasarkan pengaduan dari serikat pekerja yang melaporkan sejumlah penyimpangan yang dilakukan oleh manajemen PT Pelindo II pada November 2013, yang terdiri atas dugaan, pertama investasi tanpa kajian dan perencanaan yang matang mengenai pengadaan dua unit Quay Container Crane (QCC) untuk Pelabuhan Tanjung Priok, yang dialihkan ke Pelabuhan Palembang dan Pontianak, kedua penggunaan tenaga ahli dan konsultan dengan penunjukan langsung, ketiga megaproyek Kalibaru yang dinilai pembiyaannya menggunakan pinjaman bank atau pihak ketiga dengan nilai yang besar, keempat pemilihan perusahaan bongkar muat di Tanjung Priok yang dianggap tidak transparan, kemudian kelima perpanjangan kontrak perjanjian Jakarta International Container Terminal (JICT) yang diduga tanpa ada persetujuan pemegang saham.

“Yang ditangani KPK adalah pengadaan QCC tahun 2010. Dalam proses penyidikan nanti bukan tidak mungkin jika ada informasi-informasi dari pihak lain dan berguna pengembangan penyidikan dan bukan tidak mungkin dilakukan koordinasi dengan kepolisian dan lembaga yang lain,” ujar Priharsa.

Dalam kasus ini, ujar Priharsa, kemungkinan masih ada tersangka lain. Namun, hal itu berdasarkan pengembangan dan memeriksa saksi-saksi. “Kemungkinan ada tersangka lain, tapi sejauh ini tergantung pada informasi dalam penyidikan terhadap saksi-saksi.”

Dalam kasus ini, RJ Lino melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

“Tersangka RJP (Richard Joost Lino) diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi terkait pengadaan ‘quay container crane’ di Pelindo II tahun 2010 dengan cara memerintahkan pengadaan 3 unit ‘quay container crance’ di PT Pelindo II dengan menunjuk langsung PT HDHM dari China sebagai penyedia barang.”

KPK juga masih melakukan perhitungan kerugian negara dalam perkara tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu