Jakarta, Aktual.com — Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Badrodin Haiti berharap semua anggota Kelompok Din Minimi menyerahkan diri kepada aparat keamanan, sehingga Provinsi Aceh bersih dari kelompok bersenjata tersebut.

“Kami belum tahu Kelompok Din Minimi itu berapa yang menyerahkan diri, tapi tentu kami harapkan semuanya menyerah,” ujarnya di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (29/12).

Mantan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Kapolda Sulteng) ini memprediksi jumlah seluruh anggota masyarakat sipil yang menyerahkan diri pada Selasa pagi ini, sekitar 17 hingga 20 orang.

Namun, masyarakat sipil bersenjata yang dipimpin Nurdin bin Ismail alias Din Minimi itu pernah terlibat dalam beberapa kasus pidana, di antaranya pembunuhan TNI dan warga, serta perampokan, sehingga keberadaan mereka tetap dapat mengancam masyarakat, tambahnya.

“Kekuatan mereka tidak mengancam nasional, hanya lokal, tapi ini nanti dapat diatasi dengan melakukan operasi,” kata Badrodin.

Mantan Kabaharkam Mabes Polri itu menerangkan sebelumnya gerakan perlawanan ini sudah pernah berencana menyerahkan diri beberapa waktu lalu, tapi tidak terealisasi.

Akhirnya, pada Senin (28/12), Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan serta Kapolda Aceh Irjen Pol Husein Hamidi kemudian berkoordinasi, dan berhasil bernegoisasi dengan kelompok tersebut melalui Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso.

Kelompok sipil bersenjata yang dipimpin Nurdin bin Ismail alias Din Minimi menyatakan dirinya “turun gunung” atau menyerah, dengan melepas 15 pucuk senjata api laras panjang mereka kepada aparat keamanan.

Dalam penyerahan dirinya, Din Minimi beserta kelompoknya menuntut pemberian santunan bagi anak-anak yatim dan janda korban konflik Provinsi Aceh, dan memohon amnesti bagi 120 anggotanya di lapangan dan 30 anggotanya yang sudah ditangkap.

Selain itu, gerakan masyarakat sipil ini juga menuntut pengerahan tenaga pengawas atau peninjau independen dalam pemilihan kepala daerah 2017.

Selanjutnya, kelompok ini juga melayangkan permintaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki kejanggalan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan