Jakarta, Aktual.com – Densus 88 Antiteror menangkap 4 orang di Solo, Selasa kemarin (29/12). Namun 2 diantaranya menjadi korban salah tangkap dan mendapat perlakuan yang kurang manusiawi.

Ketua Komisi VIII Saleh partaonan Daulay menyayangkan berulangnya kasus salah tangkap yang dilakukan oleh densus 88.

Ia menilai kasus salah tangkap seperti itu bisa mengurangi tingkat profesionalitas Densus 88 dalam memerangi terorisme di Indonesia. Apalagi, mereka yang salah tangkap juga mengalami tindak kekerasan fisik dan psikis.

“Kemarin ada lagi kasus salah tangkap. Dua orang warga Solo yang hendak ke mesjid ditangkap. Setelah diperiksa, ternyata mereka bukan teroris. Sangat disesalkan ketika ditangkap mereka mengalami tindak kekerasan,” ujar Saleh kepada Wartawan di Jakarta, Kamis (31/12)

Saleh mengungkapkan, kasus salah tangkap yang dilakukan densus 88 bukan yang pertama sekali. Walaupun sudah jelas salah tangkap, kata dia, namun pihak densus 88 atau kepolisian RI secara kelembagaan kelihatannya belum pernah menyatakan permintaan maaf kepada korban dan juga publik.

“Pertengahan Mei tahun 2014, kasus salah tangkap juga terjadi di Solo. Ketika itu yang ditangkap adalah Kadir dari desa Banyu Harjo. Begitu juga pada akhir Juli 2013, Densus 88 juga salah menangkap dua orang warga Muhammadiyah yaitu Sapari dan Mugi Hartanto. Sementara pada akhir Desember 2012, Densus juga salah tangkap terhadap 14 warga Poso. Saya kira masih ada beberapa kasus salah tangkap lainnya yang sempat menjadi perhatian publik,” ungkapnya

Terkait kasus salah tangkap ini, Politisi PAN itu meminta Kepolisian RI melakukan dua hal. Pertama, menyatakan permintaan maaf kepada korban dan keluarganya.

“Bagaimanapun juga, korban dan keluarganya tentu merasa sangat dirugikan baik secara fisik maupun psikis,” kata Saleh

Kedua, lanjutnya, melakukan perbaikan dalam prosedur penangkapan terduga teroris. Saleh mengatakan informasi intelejen yang diberikan kepada densus 88 harus benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, densus 88 sebagai eksekutornya tidak melakukan kesalahan seperti itu.

“Kita memahami bahwa terorisme sangat mengancam eksistensi NKRI. Namun demikian, penanganannya harus betul-betul cermat dan hati-hati. Dengan begitu, prestasi-prestasi yang dimiliki kepolisian dan khususnya densus 88 tidak ternodai,” tandasnya

Artikel ini ditulis oleh: