Bandung, Aktual.com — Para pelaku usaha dan jasa Indonesia harus menguasai peta kekuatan di sektor masing-masing agar bisa memiliki daya saing, kata Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Kementerian Luar Negeri Ina Hagniningtyas Krisnamurti di Bandung, Rabu (6/1).

“Indonesia sebenarnya telah lebih dulu masuk dalam kerja sama seperti ini (MEA) sejak 1977, juga saat AFTA 2010. Jadi itu bisa jadi pengalaman dan yang jelas harus menguasai peta kekuatan sendiri dan negara lain pada ajang MEA,” kata Ina dalam diskusi di Kampus Universitas Sangga Buana di Kota Bandung itu.

Menurut dia, Indonesia dan negara ASEAN lainnya telah memasuki ajang MEA. Langkah yang harus dilakukan, kata dia, sektor terkait segera melakukan langkah strategis dan posisioning agar bisa menjaga daya saing.

Ia menegaskan perlunya kesadaran berbagai elemen untuk sadar dan bisa mengikuti perkembangan yang terjadi pada ajang MEA.

“Dampaknya jelas akan sangat signifikan, terasa atau tidak terasa. Dan saya pastikan dampak itu tidak hanya bagi pelaku usaha saja tapi sektor lainnya,” kata Ina.

Ia membantah bila MEA akan menyulitkan bagi usaha mikro kecil dan menengah di Indonesia. Menurut dia UMKM bisa mengambil peluang di ajang MEA dengan menambah jejaring pasar dan meningkatkan kualitas dan standarisasi produk sehingga lebih berdaya saing.

“Tidak perlu lagi mempersoalkan siap tidak siap, tapi strategi apa yang harus dilakukan ke depan,” katanya.

Di sisi lain edukasi tentang MEA menurut dia perlu menjadi perhatian dunia pendidikan, dalam hal ini perguruan tinggi agar ada satu sudut pandang yang tepat dan benar dalam memandang MEA.

“Tak perlu ada yang dikhawatirkan, semuanya harus optimistis dan menjadikan semua yang dihadapi menjadi peluang. Dunia pendidikan dalam hal ini perguruan tinggi memiliki peran besar,” katanya.

Salah satunya, kata Ina adalah peningkatan daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia agar bisa bersaing. Sektor itu menurut dia sangat penting dan menentukan.

“Terkait tenaga kerja, ASEAN tidak mengatur pergerakan tenaga kerja, tapi yang ada adalah membuat standard tenaga kerja di ASEAN. Itu sudah dilakukan meski baru di beberapa negara saja,” katanya menambahkan.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan