Jakarta, Aktual.com – Sikap pimpinan DPRD dan anggota Badan Anggaran (Banggar) yang menyetujui penyertaan modal pemerintah (PMP) kepada sejumlah badan usaha milik daerah (BUMD) pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2016 menuai kritik.

Menurut Ketua DPD PDIP DKI Jakarta, Boy Bernadi Sadikin, seharusnya politisi Kebon Sirih memprioritaskan penganggaran pada program/kegiatan yang berdampak langsung terhadap masyarakat luas.

“Karena hakikatnya, APBD merupakan uang yang ditarik dari masyarakat dan digunakan demi kesejahteraan masyarakat,” ujarnya saat dihubungi Aktual.com, Sabtu (10/1).

Kemudian, imbuh putra sulung eks Gubernur DKI, Ali Sadikin ini, sepatutnya DPRD mengacu pada norma penganggaran, di mana PMP dikucurkan bila APBD mengalami surplus dibanding tahun sebelumnya.

“Dan PMP diajukan saat pembahasan APBD-P, karena saat itu, jumlah Silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran) telah diketahui persis,” bebernya.

Terlebih, kata Boy, tak seluruh BUMD yang diusulkan mendapatkan PMP layak diberikan suntikan modal, sebagaimana hasil analisa investasi oleh auditor independen.

“Analisa investasi saja, yang jadi salah satu syarat PMP sesuai Permendagri No. 52/2012, berbunyi enggak lolos, tapi kok DPRD menyetujuinya? Ini kan aneh,” tegasnya.

Lebih jauh, mantan wakil ketua DPRD itu menerangkan, sepatutnya dewan lebih ketat dan selektif dalam PMP. Sebab, anggaran kepada perusahaan pelat merah ini rawan dimainkan.

“Misalnya digunakan untuk pilkada (pemilihan kepala daerah) 2017, karena menurut informasi yang saya peroleh, dana PMP 2014 tak seluruhnya mengucur ke BUMD, tapi ke pengadaan lahan yang sedang bermasalah,” beber Boy.

DPRD diketahui, menyetujui seluruh usulan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI terkait PMP kepada tujuh BUMD senilai Rp7,272 triliun pada APBD 2016.

Rinciannya, PT Bank DKI senilai Rp500 miliar, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Rp2,95 triliun, PD Dharma Jaya Rp50 miliar, PD Pasar Jaya Rp370 miliar, PD Pal Jaya Rp370 miliar, PT Transportasi Jakarta
(Transjakarta) Rp750 miliar, dan PT Mass Rapid Transit (MRT) Rp2,28 triliun.

Namun, berdasarkan salinan Surat Keputusan (SK) Mendagri Tjahjo Kumolo No. 903-6938/2015, yang diperoleh Aktual.com, Kemendagri mencoret PMP kepada enam BUMD senilai Rp4,49 triliun.

Alasan penolakan, karena kebijakan PMP terlebih dahulu harus ditetapkan dalam Perda tentang penyertaan modal sebagaimana diatur Pasal 75 PP No.58/2005 dan Pasal 71 Permendagri No. 13/2006.

“Peraturan Daerah dimaksud dicantumkan pada kolom penjelasan sesuai amanat Pasal 102 ayat (2) huruf c Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 206 sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011,” demikian petikan dokumen tersebut pada halaman 155.

Bila diperlukan PMP, bagi Kemendagri, seharusnya dilakukan melalui mekanisme pembahasan APBD dan ditetapkan dalam perda tentang APBD tahun berkenaan. Dimana dalam pertimbangan maupun jumlahnya ditambahkan dalam diktum/pasal tertentu pada perda tersebut.

Jika jumlah PMP itu telah ditetapkan dalam perda dan tidak melebih batas yang tercantum dalam perda tentang penyertaan modal tersebut, maka Pemda DKI tak perlu melakukan perubahan perda dimaksud.

“Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 71 ayat (8) dan ayat (9) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,” lanjut mendagri pada dokumen tersebut.

Berkenaan dengan ini, perda tentang PMP menjadi dasar kebijakan penganggaran, terlebih dahulu dilakukan evaluasi/klarifikasi oleh Mendagri sesuai UU No. 23/2014 beserta turunannya dan Permendagri No. 1/2014.

“Sehingga, penyertaan modal/tambahan penyertaan modal tersebut sejalan dengan maksud dan tujuan yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012,” tandasnya.

Laporan: Fatah Sidik

Artikel ini ditulis oleh: