PT Freeport Indonesia (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Perpanjangan MoU Izin ekspor konsentrat Freeport akan berakhir pada 24 Januari 2016, Berdasarkan syarat Mou tersebut, PT Freeport Indonesia harus membangun smelter untuk memurnikan barang galian sebelum diekspor dan melakukan divestasi saham.

Namun yang terjadi, Freeport tidak pernah menunjukkan niat baiknya untuk pembangunan smelter tersebut sebagai amanat dari UU Minerba No 4 tahun 2009.

“Freeport keras kepala dan tidak menghormati hukum yang berlaku di negara ini, maka layak dapat sanksi dan teguran keras bahkan hingga peringatan untuk memutus kontrak karena Freeport melanggar poin-poin kesepakatan dalam MoU maupun Kontrak Karya,” tulis Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean melalui pesan elektronik kepada Aktual.com, Selasa (12/1).

Lebih lanjut menurut Ferdinand, ada 3 poin penting yang semestinya dipaksakan pemerintah kepada Freeport sebelum memberikan izin ekspor.

Pertama, pemerintah harus meminta uang jaminan pembangunan smelter yang harusnya sesuai progres minimal 50%, maka kita meminta pemerintah memaksa Freeport memberikan dana USD1 Milyar kepada pemerintah sebagai jaminan pembangunan smelter yang saat ini masih 0%.

Kedua, kita minta pemerintah agar segera memaksa Freeport membayarkan deviden yang belum dibayarkan Freeport sejak 4 tahun lalu.

Ketiga, jika syarat itu tidak dipenuhi maka pemerintah harus menetapkan bea keluar sebesar minimal 15% untuk ekspor konsentrat Freeport dengan tambahan sanksi keras tidak akan melanjutkan operasi Freeport di Papua pasca 2021. Ini sangat penting untuk menunjukkan bahwa negara ini adalah pemilik sumber daya alam yang sah dan negara ini berdaulat serta tidak bisa didikte oleh siapapun.

“Untuk itu EWI mendesak Presiden Jokowi untuk membuktikan keberpihakannya pada bangsa dan tidak sekedar berbasa-basi tentang nasib Freeport, kita perlu tindakan konkret bukan cuma kata-kata yang menghibur,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan