Jakarta, Aktual.com — Penawaran harga saham atau divestasi PT Freeport Indonesia ke pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada pekan lalu dianggap merugikan, dan nilai yang ditawarkan sangat mahal di tengah merosotnya harga saham Freeport.
Berbagai pihak pun menyarankan kepada pemerintah agar berhati-hati dalam memutuskan apakah menerima divestasi yang ditawarkan oleh Freeport tersebut.
Pengamat Energi dan Pertambangan, Yusri Usman mengingatkan kepada pemerintah jika jangka waktu operasi Freeport dalam Kontrak Karya (KK) sampai dengan tahun 2021, dan selama ini berdasarkan bukti surat Dirjen Minerba Kementerian ESDM tertanggal 31 Agustus 2015 secara tegas menyatakan bahwa PT FI tidak mempunyai itikad baik dalam memenuhi UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 dan bahkan terhadap isi Kontrak Karya tersebut.
“Tentu menjadi aneh kalau PT FI saat ini mau menjalankan proses divestasi 10,64 % dengan mengikuti ketentuan pasal 7C ayat d sesuai PP 77 thn 2014. Pasalnya, di saat harga sahamnya anjlok drastis dari USD60 per saham dan saat ini sudah mendekati USD4 per saham serta terburuk nomor 4 nilai sahamnya di bursa saham NY,” ujar Yusri kepada Aktual.com, Selasa (19/1).
Apalagi, saat ini utang Freeport semakin membesar sekitar USD21 milliar, sehingga Pemerintah harus lebih ekstra hati-hati dalam melakukan evaluasi terhadap tawaran divestasi Freeport.
“Bahkan, pemerintah mestinya menolak saja tawaran tersebut dan tidak memperpanjang lagi proses IUPK yang baru bisa dibahas awal tahun 2019,” ucapnya.
Yusri juga mengingatkan kepada pemerintah, jangan sampai Pemerintah saat ini membeli masalah yang sudah membelit keuangan PT FI.
“Freeport sangat berpotensi bangkrut. Sudah 48 tahun bangsa ini hanya dapat tulang, jangan malah sekarang membeli masalah untuk membayar utang PT Freeport Indonesia,” jelasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan