Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Panitia Kerja (Panja) Gula DPR RI Haji Abdul Wahid memandang pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap tata niaga gula, apalagi barang dagangan ini merupakan salah satu komoditas pangan utama bernilai strategis yang harus mendapat perlindungan.

“Tata niaga gula harus diawasi secara ketat karena komoditas ini termasuk salah satu dari tujuh komoditas pangan utama yang memiliki peran strategis dalam membangun perekonomian rakyat dan menegakkan kedaulatan pangan,” katanya kepada pers di Jakarta, Jumat (29/1).

Menurutnya ada enam komoditas utama lainnya yang termasuk komoditas pangan utama bernilai strategis, yakni padi, jagung, kedelai, daging sapi, aneka cabai, dan bawang merah.

Dalam lampiran Permentan 131/OT.140/12/2014, disebutkan bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, pemerintah menetapkan target produksi pangan strategis nasional yang meliputi tujuh komoditas pangan utama, yaitu padi, jagung, kedelai, tebu/gula pasir, daging sapi, aneka cabai, dan bawang merah.

Dalam upaya mencapai target produksi pangan strategis tersebut, Kementerian Pertanian bersama-sama dengan kementerian/lembaga nonkementerian lainnya, pemerintah daerah, dan para pelaku usaha pertanian telah berkomitmen untuk mendukung pencapaian target ketahanan pangan nasional tersebut.

Guna mendukung komitmen tersebut, kata Wahid, pemerintah harus membebaskan penggunaan pupuk bersubsidi kepada petani tebu mengingat pemerintah sendiri telah menetapkan bahwa komoditas gula merupakan salah satu komoditas pangan utama yang memiliki nilai dan peran strategis.

Saat ini, lanjut dia, gula rafinasi (gula kristal putih) yang mestinya dipakai untuk kebutuhan industri makanan dan minuman ternyata banyak dijual di pasaran sehingga perlu pengawasan ketat.

“Jenis gula ini harganya lebih murah dibanding gula yang diproduksi dalam negeri berbahan baku tebu,” katanya.

Sementara itu, Ketua Panja Gula DPR RI Dr. Muhammad Farid Al Fauzi menegaskan bahwa untuk menegakkan kedaulatan pangan dan mengejar target swasembada gula, petani tebu maupun industri gula harus meningkatkan produktivitasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum APTRI H.M. Arum Sabil menyampaikan keluhan petani tebu terkait dengan adanya pembatasan penggunaan pupuk bersubsidi oleh petani tebu dengan luasan lahan di atas 2 hektare.

Dalam RDP Panja Gula DPR RI dengan APTRI itu, Arum menegaskan bahwa pembatasan penggunaan pupuk bersubsidi tersebut merugikan petani dan memicu keengganan petani untuk bertanam tebu.

“Oleh karena itu, kami berharap pemerintah konsisten dengan regulasinya demi meningkatkan produktivitas gula nasional serta membantu menyejahterakan petani tebu. Kami juga berharap DPR memberi dukungan politik kepada kami serta ikut mengawasi pelaksanaan regulasi tersebut,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka