Siswa yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) tingkat SMP se-Surabaya menggelar aksi Save Indonesia di depan Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (20/1). Aksi damai tersebut merupakan bentuk aksi simpatik mereka terhadap peristiwa yang melanda Indonesia seperti aksi teror di Jakarta, kasus korupsi, kasus kekerasan anak dan beberapa kasus lainnya. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc/16.

Jakarta, Aktual.com — Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah memfokuskan untuk membahas kelangsungan pendidikan anak, yang saat ini terdapat isu-isu mengenai persoalan anak.

“Pembahasan Rekernas difokuskan pada kelangsungan pendidikan anak, khususnya Fiqih Anak serta membahas persoalan lainnya, seperti terorisme, arah kebijakan Tarjih Muhammadiyah, maupun isu-isu strategis lain,” kata Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof Yunahar Ilyas di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Sabtu (30/1).

Ia mengatakan selama ini masih banya permasalahan terkait perlindungan anak karena adanya kekerasan, mulai dari rumah, masyarakat, bahkan di lingkungan pendidikan. Akibatnya angka kasus kekerasan anak, baik sebagai korban maupun pelakunya kerapkali muncul.

“Kekerasan di luar rumah seringkali menimpa anak, bahkan di sekolah pun terkadang guru menjadi pelakunya dengan alasan mendidik serta kekerasan seksual (pedofil) terjadi di sekolah bertaraf internasional,” tuturnya.

Menurut dia, di Indonesia hampir tidak ada perlindungan terhadap anak karena masih ditemui kasus eksploitasi anak, seperti dipaksa kerja dengan cara apapun, hingga bayi disewakan tanpa ada batas jam.

“Kekerasan pada anak yang tersamar, yaitu melalui tontonan televisi, misalnya remaja yang membeli tiket bioskop, padahal tayangannya dipenuhi adegan kekerasan atau tontonan yang tidak layak dilihat anak,” ujar guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Ia mengakui, keberadaan undang-undang perlindungan anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan lainnya belum mampu menjamin perlindungan secara utuh.

“Kemampuan merekam KPI hanya 24 jam dan tersimpan selama satu minggu, setelah itu hilang, sehingga kami anggap kinerja KPI masih lemah. Namun dengan adanya Rakernas ini, masyarakat akan kami didik agar lebih aktif mengawasi penyiaran dan menggunakan lembaga KPI,” urainya.

Dari rakernas Majelis Tarjih dan Tajdid, kata Yunahar, Muhammadiyah ingin membantu dari sisi teolog, mengkaji dari sisi fiqih serta hadist dalam perlindungan anak. Ancaman dosa atas tindak kekerasan anak akan dikedepankan disaat penegakan undang-undang perlindungan lemah karena pelaku tidak ditangkap, tidak masuk penjara.

“Majelis hari ini akan menghasilkan putusan yang akan diperbanyak oleh PP Muhammadiyah, berupa bentuk fisik buku untuk internal Muhammadiyah sendiri, kemudian akan diberikan ke presiden, DPR, MPR, Kejagung, Kepolisian dan semua pihak terkait perlindungan anak,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan