Pemboman pada Jumat itu menghadirkan tantangan bagi presiden terpilih Abdel Fattah al-Sisi, yang menggambarkan militansi sebagai ancaman eksistensial dan menganggap dirinya sebagai sebuah kubu dalam melawan ekstremisme di wilayah yang dilanda kekerasan dan perang.
Sumber keamanan menggambarkan peristiwa Jumat itu sebagai sebuah serangan terkordinasi, dengan meledakkan bom mobil pada pos pemeriksaan, sementara pelaku bersenjata dalam sebuah kendaaan berpenggerak empat roda, menembaki para tentara yang berlari untuk mencari tempat berlindung.
Para petempur dalam kendaraan lapis baja, menembakkan granat berpeluncur roket di lokasi militer, di luar wilayah pos pemeriksaan, kata sumber tersebut.
Militer melakukan serangan balik segera setelah serangan tersebut, dengan mengerahkan jet tempur untuk membunuh lebih dari 40 petempur yang dicurigai terlibat dan menghancurkan enam kendaraan mereka, menurut sebuah video yang dikeluarkan oleh militer yang menunjukkan cuplikan serangan udara.
Pihak militer mengunggah foto lima petempur yag tewas, dengan baju berlumuran darah tergeletak di atas pasir. Gambar tersebut tidak menyebutkan nama satuan mereka.
“Pasukan penegak hukum di Sinai utara berhasil menggagalkan serangan teroris di beberapa pos pemeriksaan di Rafah selatan,” kata sebuah pernyataan militer.
Serangan berdarah itu terjadi ketika serangan para petempur semakin bergeser ke luar wilayah Sinai, jauh ke dalam wilayah jantung Mesir. Serangan tersebut sering menyasar kaum minoritas Kristen Koptik.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby