Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menata kawasan Kalijodo untuk dibangun taman kota atau ruang terbuka hijau serta Stasiun Pengisian Bahan Gas (SPBG).

Jakarta, Aktual.com – Tak diragukan lagi bilamana kawasan Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara yang setiap hari menjajakan puluhan wanita untuk lelaki hidung belang menjadi tempat berkumpulnya kegiatan maksiat.

Namun ternyata, tidak jauh dari lokasi tersebut, sejauh lemparan batu jaraknya terdapat sebuah majlis taklim. Majlis itu bernama Majelis Taklim Al-Muttaqin.

Keberadaan majelis itu tidak hanya sekedar bangunan kosong. Di dalamnya digunakan ibu-ibu rumah tangga untuk belajar ilmu agama dan juga mengajak beberapa wanita pekerja seks komersil untum ikut mengaji bersama mereka.

Tak ayal, pelan tapi pasti, satu per satu psk di kafe-kafe Kalijodo masuk ke dalam pengajian tersebut.

“Banyak (PSK) yang ikut pengajian di sini, tapi kesadaran itu datangnya memang bertahap, kami hanya merangkul” ujar SR (35), seorang pengurus Majelis Taklim Al-Muttaqin kepada wartawan, Selasa (17/2) malam.

SR menambahkan, selama empat tahun belakangan ini, para psk semakin banyak yang ikut bergabung dengan pengajiaannya meskipun, tidak begitu aktif.

“Kalau dipersentasekan, ya sekitar 10 persen, deh. Tapi tahun ini cukup lumayan dari tahun kemarin,” imbuhnya.

Lanjut SR, majelis taklim yang ia bina cukup aktif, sehingga tidak absen dalam setiap perlombaan.

“Kami hanya libur Jumat, hari-hari lainnya pengajian berlanjut, untuk Kamis malam, kami adakan wirid Yassin, nah itu banyak yang di depan (PSK) yang ikut,” ucap SR.

Hasil dari buah kesabarannya, SR menuturkan bahwa sudah banyak psk yang pada akhirnya beralih profesi dari pekerjaan maksiat tersebut.

“Tahun-tahun lalu, banyak yang akhirnya pulang kampung, atau ganti profesi mereka gak kerja kayak gitu (psk) lagi,” tutur SR yang menjabat sebagai Ketua RT 04/RW 05.

Meskipun sudah menunjukan hasil, SR bersama ibu-ibu majelis taklim lainnya tidak cukup puas. Mereka terus mengajak para psk untuk mulai mengenal agama secara menyeluruh. Caranya dengan tidak menghakimi para psk dan merangkulnya sebagai manusia baru.

“Kita mah nerima mereka, walau cuma sekali seminggu ikut pengajian, ada juga yang ikut pengajian tapi masih kerja begituan (PSK). Ya orang sadarnya bertahap, Mas. Kalau dipaksakan malahan banyak yang benci, lebih baik begini, pelan-pelan, tapi mereka akhirnya sadar,” jelas SR.

Sayang, meskipun beberapa PSK mulai mengikuti pengajian, kemajuan langkah tersebut disaingi oleh bertambahnya jumlah PSK. Setiap tahun para psk silih berganti. Ada yang menetap sebentar ada pula yang lama. Hal itu tentunya menjadi tantangan bagi SR dan ibu-ibu pengajian lainnya untuk lebih giat lagi menyerukan jalan yang lurus tidak menyimpang dari apa yang diperuntukan Tuhan YME ke depannya.

Artikel ini ditulis oleh: