Ilustrasi korupsi balasbudi saat pemilu (Istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mencatat, angka pelanggaran di Pilkada 2018 mencapai 3.567 kasus. Dari jumlah tersebut kasus Alat Peraga Kampanye (APK) mendominasi pelanggaran terbanyak.

Indikator tersebut sekaligus menandakan bahwa pelanggaran politik sara dan politik uang menurun. Namun, pelanggaran keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) meningkat dengan angka 721 kasus.

“Jadi (pelanggaran) politik identitas dan politik uang kita bersyukur turun, tapi yang meningkat itu ketelibatan ASN,” kata Komisioner Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo kepada wartawan, Senin (23/7) kemarin.

Selain itu, ada 262 kasus yang terindikasi pelanggaran pidana. Sebanyak 51 kasus diantaranya, telah masuk ke ranah pengadilan dan telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.

Sisanya pelanggaran hanya dilakukan dalam APK, politik uang, keterlibatan aparat desa, pejabat daerah yang membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan.

Adapun pelanggaran politik uang hanya 3 kasus yang sudah inkrah di pengadilan. Sementara sisanya, kata Dewi, pelanggaran lebih banyak dilakukan secara umum yang tidak sesuai dengan pasal 187 dan 188 UU 10/2016.

“Memang tidak ada satu pun laporan terkait dengan pelanggaran politik identitas. Memang ada peristiwa yang terjadi di Sumut misalnya, yaitu pemasangan baliho berupa ajakan-ajakan agama tertentu untuk memilih calon dari agama tertentu, tapi kemudian dapat kami antisipasi,” papar Dewi.

Ia menambahkan bahwa ribuan angka pelanggaran itu berasal dari temuan Bawaslu dengan sejumlah 2.400 temuan daripada laporan yang datang dari masyarakat.

“Nah ini sebagai hal positif bahwa jajaran kami di bawah bekerja, karena temuan itu hasil pengawasan aktif di lapangan,” demikian Dewi.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan