Menteri ESDM Ignasius Jonan (kiri) dan Wamen ESDM Arcandra Tahar (kanan) bersiap mengucapkan sumpah jabatan saat upacara pelantikan yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/10). Presiden melantik Ignasius Jonan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Arcandra Tahar sebagai Wakil Menteri ESDM pada sisa masa tugas Kabinet Kerja 2014-2019.

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VII DPR Rofi Munawar mengungkapkan, setidaknya ada tiga pekerjaan rumah di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral yang harus menjadi prioritas.

Pertama, kata dia, ESDM harus mendukung DPR yang ingin segera menuntaskan dua Undang-undang prioritas, yaitu UU mineral dan batubara dan UU minyak dan gas.

Kedua, perkembangan renegoisasi kontrak yang mandek. Terlebih dengan keputusan pemerintah yang memperpanjang proses relaksasi minerba dan smelter. “Terakhir, program-program energi pro rakyat yang hingga saat ini belum nampak,” ujar dia di Jakarta, Jumat (14/10) malam.

Dengan ditunjuknya Ignasius Jonan sebagai menteri ESDM dan Arcandra Tahar sebagai wakil menteri ESDM merupakan hak Presiden Jokowi selaku kepala negara. Namun, Presiden jangan mengabaikan integritas dan keseriusan terhadap komitmen penguatan sistem disektor ESDM.

“Hak presiden digunakan dengan mengabaikan integritas dan kehendak publik.”

Rofi menilai, keputusan presiden dalam pengangkatan Menteri ESDM bertolak belakang dengan usahanya, untuk melakukan perbaikan sektor ESDM berbasis penguatan sistem dan integritas. Dengan ditunjuknya Jonan sebagai menteri, kata Rofi, seakan menegaskan bahwa yang bisa menyelesaikan persoalan energi nasional berlandaskan figur atau personal, bukan sistem.

Rofi memandang, waktu dua bulan sebenarnya lebih dari cukup memilih profil Menteri yang sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas permasalahan di sektor migas. “Kita harus mengakui kompetensi seseorang secara wajar berbanding lurus dengan integritas dan kredibilitasnya.”

Dia juga menyesalkan, bila penunjukan pejabat negara hanya mengandalkan kemampuan yang belum teruji. Padahal disisi lain punya cacat dalam proses dan pernah melanggar konstitusi. “Hak yang melekat pada Presiden harus berbanding lurus dengan tanggung jawab yang besar. Bukankah inti revolusi mental adalah itu?”

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu