Komunitas anak muda peduli pengendalian tembakau, Smoke Free Agents (SFA) melakukan aksi peringatan Hari Tanpa Tembakau Seduani 2016 dengan membawa poster peringatan bahaya rokok di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (5/6/2016). Aksi kampanye bertajuk "Show the Bigger Truth" (tunjukkan kenyataan yang lebih besar) ini untuk mendukung peringatan kesehatan bergambar yang lebih besar di bungkus rokok guna melindungi masyarakat dari racun rokok.

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo menilai usulan harga rokok yang dinaikkan menjadi Rp. 50 ribu per bungkusnya sangatlah tidak rasional.

Sebab, menurutnya, produsen memiliki dasar perhitungan sendiri untuk menetapkan harga rokok. Misalnya, dengan melihat cost recovery atau biaya pengembalian produksi begitupula harga layak jual.

“Kan enggak bisa seenaknya sendiri. Orang yang harusnya jual Rp10 ribu disuruh jual Rp. 50 ribu. Nggak rasional,” ujar Firman di Jakarta, Jumat (19/8).

Lebih lanjut, Firman mengatakan, jika usulan tersebut diakomodir pemerintah, otomatis hal itu bakal berdampak pada industri tembakau.

“Menekan rokok dengan harga tinggi, bertujuan agar masyarakat Indonesia tidak merokok, berujung pada penurunan produksi. Hingga pada akhirnya, pabrik rokok gulung tikar. Begitupula para petani tembakau. Jelas ini mengganggu semuanya,” tegas Anggota Komisi IV DPR RI itu.

Sekretaris Dewan Pakar Partai Golkar ini malah mempertanyakan siapa orang yang pertama menggulirkan wacana tersebut. Apalagi, juga disebutkan hasil kajian yang dilakukan selain bisa menekan jumlah perokok, berdampak pula bagi bagi ekonomi keluarga dan paling penting adalah kesehatan.

Firman pun mengungkapkan, dari hasil riset seorang pakar di Jawa Timur, nyatanya tembakau yang menjadi bahan dasar rokok bisa digunakan untuk pengobatan.

“Bukan hal yang mematikan. Yang bikin wacana siapa sih?,” pungkas politikus Golkar itu. (Nailin In Saroh)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid