Terdakwa kasus suap pembangunan jalan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Ambon, Damayanti Wisnu Putranti (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/7). Sidang itu beragenda mendengarkan keterangan saksi dua anggota DPR RI diantaranya Wakil Ketua Komisi V DPR, Michael Wattimena, Ketua Komisi V DPR dari F-Gerindra, Fary Djemi Francis.

Jakarta, Aktual.com – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Damayanti Wisnu Putranti bukan aktor intelektual dalam kasus suap penyaluran program aspirasi Komisi V DPR RI.

Menurut Jaksa KPK, hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan untuk menerima pengajuan Justice Collaborator yang diajukan Damayanti.

“‪Meski sebagai pelaku utama, Terdakwa bukan pelaku intelektual, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan, akan dapat hak sebagai JC,” kata Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/8).

Apa yang disampaikan Jaksa KPK senada dengan pernyataan Amran H Mustary, Kepala BPJN IX. Dimana, yang bersangkutan menyebut bahwa ada aktor intelektual di balik kasus suap program aspirasi ini.

“KPK harusnya usut secara holistik. Tidak bisa membersihkan infrastruktur dengan hanya menjerat pemeran yang bawah dan lemah. Namun dengan mengungkap aktor intelektualnya. Selidiki itu pengagas dana aspirasi,” tutur Amran melalui kuasa hukumnya, Hendra Karianga saat dihubungi.

Dijelaskan Amran, penentua penyaluran program aspirasi untuk proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara adalah inisiatif pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Komisi V.

“Amran ini hanya bertugas mencari kontraktor saja dari dana dan perencanaan yang telah dimuat sempurna dari atasannya,” jelas Hendra.

Seperti diwartakan sebelumnya, Damayanti dinilai terbukti menerima uang Rp8,1 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Uang ini disebut sebagai ‘fee’ lantaran Damayanti bersedia mengalokasikan program aspirasinya untuk proyek pelebaran Jalan Thero-Laimu dan pekerjaan konstruksi Jalan Werinama-Laimu, Maluku senilai Rp41 miliar.

Begitu pula Amran, dia juga ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menerima uang Rp15 miliar lebih dari Abdul Khoir dan rekannya sesama pengusaha bernama John Alfred.\

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby