Jakarta, Aktual.com – Negara Singapura memang sebagai negara penyimpan dana milik orang-orang Indonesia terbanyak dibanding negara-negara lain.
Namun sayangnya, sejak awal program pngampunan pajak (tax amnesty) berjalan, dana repatriasi masih sangat minim, padahal yang ditargetkan pemerintah sangat bombastis. Hal ini terjadi negara penyimpan dana, seperti Singapura masih menerapkan kebijakan untuk menghalang-halangi dana itu dimirepatriasi.
Menurut ekonom dari INDEF, Ahmad Heri Firdaus, sejauh ini, kenapa repatriasi masih minim karena para pemilik modal malah diiming-imingi insentif oleh negara bersangkutan, seperti Singapura.
“Mereka melakukan itu agar modalnya tidak dipindah ke Indonesia. Sehingga para WP (wajib pajak) besar itu mau bayar tarif 4%, atau hanya melakukan deklarasi luar negeri. Makanya pemerintah jangan kalah dari negara penyimpan dana-dana orang Indonesia itu,” jelas Heri di Jakarta, Senin (12/9).
Menurut dia, padahal tarif 2 persen di periode pertama itu sudah sangat menarik, mestinya banyak WP besar yang dananya di luar negeri mau direpatriasi.
“Saya rasa, tarif 2 persen itu sudah sangat kecil sekali. Dan 2 persen bukan masalah bagi mereka (WP besar). Tapi masalahnya negara lain juga membuat kebijakan untuk menahan dana itu,” jelas dia.
Selain itu juga, kata dia, bentuk aset yang ada di luar negeri juga menjadi masalah repatriasi dana yang berjalan lamban.
“Antara lain, para pemilik modal memiliki asetnya di luar dalam bentuk aset tidsk bergerak, seperti perusahaan dan property. Itu yang membuat kenapa minat repatriasi dari luar masih kecil,” jelas dia.
Untuk itu, kata Heri, saat ini yang perlu dilakukan pemerintah untuk menarik repatriasi dari luar memang dibutuhkan keyakinan dan kepercayaan para pemilik modal thd pemerintah.
“Karena faktanya, banyak WP besar yang masih belum yakin,” ucapnya.
Sampai hari Senin (12/9), dana repatriasi yang baru bisa dibawa pulang adalah, Rp18,8 triliun atau baru 5 persen dari total komposisi harta yang mencapai Rp388 triliun. Lebih banyak didominasi oleh dana deklarasi dalam negeri mencapai Rp282 triliun (73%), dan deklarasi luar negeri sebesar Rp87,9 triliun (23%). Sedang uang tebusan sendiri baru mencapai Rp8,93 triliun dari target sebanyak Rp165 triliun.
Laporan: Busthomi
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby